Kamis 03 Feb 2022 00:15 WIB

Harga Kedelai Kembali Bergejolak

Perajin tahu dan tempe di Jawa Tengah sempat berencana mogok produksi

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Nidia Zuraya
Pekerja membuat tahu di Nanggulan, Tingkir, Salatiga, Jawa Tengah, Rabu (2/2/2022). Menurut produsen tahu, harga bahan baku kedelai untuk saat ini mengalami kenaikan dari Rp9 ribu menjadi Rp10.300 per kilogram.
Foto: Antara/Aloysius Jarot Nugroho
Pekerja membuat tahu di Nanggulan, Tingkir, Salatiga, Jawa Tengah, Rabu (2/2/2022). Menurut produsen tahu, harga bahan baku kedelai untuk saat ini mengalami kenaikan dari Rp9 ribu menjadi Rp10.300 per kilogram.

REPUBLIKA.CO.ID, SALATIGA — Harga komoditas kedelai di pasaran kembali merangkak naik. Hal ini membuat para perajin tahu dan tempe di Jawa Tengah kembali resah. Karena mereka harus merogoh kocek lebih untuk menebus bahan baku tahu dan tempe tersebut.

“Harga kedelai di pasaran saat ini sudah mencaapai Rp 10.200 per kilogram dan sudah bertahan dalam dua pekan terakhir,” ungkap Ketua Pusat Koperasi Produsen Tempe Tahu (Puskopti) Jawa Tengah,  Sutrisno Supriantoro, Rabu (2/2/2022).

Baca Juga

Ia mengungkapkan, dua pekan lalu harga komoditas kedelai di pasaran hanya berkisar Rp 9.000 per kilogram. Dengan kenaikan harga kedelai yang mencapai Rp 1.200 per kilogram sudah memberatkan bagi para perajin tahu dan tempe.

Di tingkat perajin (produsen) selisih harga kedelai yang mencapai Rp 1.200 per kilogram ini sudah mulai membuat gejolak. Bahkan sebagian anggotanya juga sempat berencana untuk mogok produksi dan melakukan unjuk rasa.

Namun rencana tersebut –untuk Sementara-- masih bisa kami cegah dengan berbagai pertimbangan. “Sebaliknya, kami minta kepada Pemerintah untuk segera turun tangan atas kenaikan harga kedelai ini,” tegasnya.

Mewakili aspirasi para perajin tahu dan tempe di Jawa Tengah, Sutrisno pun mendesak Pemerintah segera melaksanakan operasi pasar atau memberi subsidi harga kedelai, sebagai solusi alternatif.

Kalau tidak ada campur tangan Pemerintah, maka perajin tahu tempe bisa terancam, karena biaya produksi yang semakin membengkak. “Maka tolong, Pemerintah segera tanggap dengan persoalan para perajin tahu dan tempe,” tambahnya.

Di lain, pihak Sutrisno juga mengaku tidak tahu persis mengapa harga kedelai kembali bergejolak. Namun ia menengarai hal itu dipicu oleh melonjaknya kebutuhan kedelai di negara China.

Sutrisno menambahkan, di Jawa Tengah populasi perajin tahu tempe mencapai kisaran 10.000 perajin dan semua membutuhkan kedelai sebagai bahan baku agarvtetap berproduksi. Kebutuhan rata- rata kedelai di tiap daerah di Jawa Tengah memang bervariasi. 

Ia mencontohkan untuk Kota Salatiga kebutuhan kedelai bagi bahan baku industri tahu dan tempe mencapai sekitar 70 ton per bulan. “Untuk daerah yang jumlah perajinya lebih banyak tentu juga lebih besar,” tegasnya.

Sementara itu, Seorang perajin tahu di Kota Salatiga, Ismanto juga berharap Pemerintah segera turun tangan untuk menstabilkan harga kedelai di pasaran.

Menurutnya, harga komoditas kedelai di pasaran harus dikendalikan supaya tidak terus melambung dan memberatkan perajin tahu dan tempe.

Terlebih kondisi semua perajin tahu dan tempe juga belum sepenuhnya sehat, termasuk para perajin tahu dan tempe yang ada di Kota Salatiga. “Masih banyak perajin yang kemampuan membeli bahan baku masih terbatas, yang penting masih tetap bisa berproduksi. Karena kondisinya yang belum sepenuhnya pulih di masa pandemi,” jelasnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement