Kamis 03 Feb 2022 02:25 WIB

Penurunan Rating Obligasi WSBP Bersifat Sementara

Tekanan likuiditas yang banyak dialami BUMN merupakan dampak pandemi Covid-19.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Satria K Yudha
Pekerja PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP) memindahkan tetrapod dengan menggunakan remote gantry di WSBP Plant Karawang, Karawang, Rabu (17/6).
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Pekerja PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP) memindahkan tetrapod dengan menggunakan remote gantry di WSBP Plant Karawang, Karawang, Rabu (17/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) memangkas peringkat utang obligasi PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP) dari sebelumnya “idBBB-” menjadi "idD". Pemeringkatan tersebut mengikuti putusan pengadilan tertanggal 25 Januari 2022 yang menyatakan status WSBP di penundaan sementara kewajiban pembayaran utang (PKPU) untuk jangka waktu 45 hari sampai 11 Maret 2022. 

Berdasarkan PKPU Sementara, status WSBP dalam debt standstill dan perusahaan tidak diperbolehkan melakukan pembayaran kepada semua pemberi pinjaman. Ini termasuk pembayaran kupon untuk Obligasi Berkelanjutan I Tahap II Tahun 2019 jatuh tempo pada 31 Januari 2022.

Pengamat BUMN Toto Pranoto menilai, kondisi penurunan rating obligasi dan suspensi saham merupakan kondisi yang sifatnya sementara. Pasalnya, hal tersebut merupakan dampak dari proses PKPU Sementara yang telah diputuskan pengadilan. "Rating Pefindo akan tergantung kondisi kesehatan perusahaan ke depannya. Apabila pasca restrukturisasi modalnya membaik maka tentu rating bisa meningkat," ujar Toto kepada Republika.co.id, di Jakarta, Rabu (2/2/2022).

Sementara untuk suspensi saham, ucap Toto, hal itu tergantung pada keputusan PKPU yang tengah berproses. "Biasanya kalau sudah terjadi keputusan hakim atas pengesahan persetujuan perdamaian (homologasi) maka perusahaan yang di-suspend bisa meminta kepada BEI untuk melepaskan suspensi," sambung Toto.

Menurut Toto, PKPU merupakan instrumen hukum yang bisa digunakan oleh para kreditur dan para pemilik tagihan untuk bisa memitigasi kerugian akibat potensi default dari debitur. Dengan mekanisme PKPU, maka masih dibuka ruang negosiasi antara kedua pihak untuk merundingkan persoalan yang terjadi, dengan harapan terjadi kesepakatan antar pihak yang bersifat win-win

"Kesepakatan ini penting bagi debitur untuk memberikan ruang relaksasi dalam rangka restrukturisasi bisnis. Sementara kreditur atau pemilik tagihan juga percaya bahwa kesepakatan yang ada bisa menyelamatkan bisnis debitur sehingga tagihan kreditur bisa terbayar," ungkap Toto.

Toto mengatakan, tekanan likuiditas yang banyak dialami BUMN saat ini merupakan dampak pandemi Covid-19 yang salah satunya menyebabkan kelesuan bisnis. "Untuk kasus Waskita Beton terjadi karena beberapa proyek dikerjakan lewat pendanaan utang. Kemudian ketika terjadi pandemi Covid-19 menyebabkan proyek terhenti, sementara argo bunga bank terus berjalan. Akibatnya mulai terjadi kesulitan arus kas," ungkap Toto.

Toto berpendapat, prospek Waskita Beton ke depan akan tergantung pada kecepatan pemulihan ekonomi pasca pandemi. Sumber pasar paling besar terdapat pada induk, yaitu pekerjaan konstruksi di Waskita Group. Ke depan, lanjut Toto, untuk memitigasi risiko, baiknya manajemen WSBP harus melakukan diversifikasi pasar.  "Diversifikasi pasar harus bisa diperluas, sehingga tidak terlalu bergantung pada pasar grup Waskita," kata Toto. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement