Kamis 03 Feb 2022 10:40 WIB

Dua Mantan Pejabat Ditjen Pajak Jalani Sidang Vonis

Angin dan Dadan dituntut jaksa menerima suap Rp 15 miliar dan 4 juta dolar Singapura.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus raharjo
Terdakwa kasus suap pengurusan pajak Angin Prayitno Aji (kanan) dan Dadan Ramdani (kiri) menjalani sidang dengan agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (11/1/2022). Jaksa Penuntut Umum menuntut mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Kemenkeu Angin Prayitno Aji sembilan tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan serta menuntut mantan Kepala Sub Direktorat Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksaan Ditjen Pajak Kemenkeu Dadan Ramdani enam tahun penjara dan denda Rp350 juta subsider lima bulan kurungan.
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Terdakwa kasus suap pengurusan pajak Angin Prayitno Aji (kanan) dan Dadan Ramdani (kiri) menjalani sidang dengan agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (11/1/2022). Jaksa Penuntut Umum menuntut mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Kemenkeu Angin Prayitno Aji sembilan tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan serta menuntut mantan Kepala Sub Direktorat Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksaan Ditjen Pajak Kemenkeu Dadan Ramdani enam tahun penjara dan denda Rp350 juta subsider lima bulan kurungan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) menggelar sidang dengan agenda pembacaan vonis terhadap dua mantan pejabat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan. Keduanya, yakni mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Angin Prayitno dan mantan Kepala Subdirektorat Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksaan Ditjen Pajak Kemenkeu, Dadan Ramdani.

Angin dan Dadan terjerat kasus dugaan tindak pidana suap rekayasa perhitungan pajak. "Pada Kamis 3 Februari 2022 agenda sidang pembacaan putusan di ruang Muhammad Hatta Ali," tulis keterangan di laman resmi PN Tipikor yang dikutip Republika.co.id, Kamis (3/2/2022).

Baca Juga

Diketahui, Angin menghadapi tuntutan hukuman penjara sembilan tahun dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan oleh Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK). Adapun Dadan dituntut hukuman kurangan badan selama enam tahun dan denda Rp 350 juta subsider lima bulan penjara.

JPU KPK menilai Angin dan Dadan terbukti menerima suap Rp 15 miliar dan 4 juta dolar Singapura (sekitar Rp 42,1 miliar) terkait hasil rekayasa penghitungan pajak. Keduanya disebut merekayasa hasil penghitungan pajak pada wajib pajak PT Gunung Madu Plantations untuk tahun pajak 2016, wajib pajak PT Panin Bank tahun pajak 2016 dan PT Jhonlin Baratama untuk tahun pajak 2016 dan 2017.

Selain Angin dan Dadan, kasus mereyakasa perhitungan pajak ini turut dilakukan tim pemeriksa pajak dari Ditjen Pajak lainnya yaitu Wawan Ridwan, Alfred Simanjuntak, Yulmanizar, dan Febrian. Wawan dan Alfred tengah menjalani proses sidang di PN Tipikor.

Sebelumnya, penasehat hukum Angin, Syaefullah Hamid, menilai JPU KPK mengingkari surat dakwaannya. Pasalnya, Syaefullah meyakini JPU KPK tak bisa membuktikan penukaran uang rupiah Rp 13,8 miliar ke dalam bentuk dolar Singapura oleh Yulmanizar alias Deden Suhendar.

Pernyataan Syaefullah merujuk surat dakwaan dimana JPU KPK menyebut hasil penukaran dalam bentuk dolar Singapura diberikan sebagai suap ke Dadan Ramdani dan sebagian untuk Angin. JPU KPK pernah mengajukan bukti penukaran uang rupiah ke dalam bentuk dolar AS senilai Rp 3,049 miliar menjadi 227.100 dolar AS dalam sidang sebelumnya.

"Jika penuntut umum (JPU KPK) menganggap penukaran uang sebesar Rp 3,049 miliar menjadi 227.100 dolar AS sebagai bagian dari tindak pidana yang dituduhkan, maka penuntut umum mengingkari dakwaan dan tuntutannya sendiri dan secara implisit mengakui dakwaannya tidak terbukti," kata Syaefullah dalam sidang tersebut.

Syaefullah menganggap replik JPU KPK hanya mengulang kembali dari yang pernah disampaikan dalam surat dakwaan dan surat tuntutan. Sehingga ia meyakini JPU KPK mengotak-atik fakta. "Bahkan terdapat pemutarbalikan fakta," ujar Syaefullah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement