Kamis 03 Feb 2022 15:40 WIB

IKN Digugat ke MK Oleh Aktivis Hingga Purnawirawan TNI

Para pemohon menilai pembentukan UU IKN tidak sesuai dengan perundang-undangan.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Teguh Firmansyah
Ketua DPR Puan Maharani (kiri) menerima dokumen hasil pandangan pemerintah dari Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa (kanan) yang disaksikan oleh Sufmi Dasco Ahmad (kedua kiri) dan Muhaimin Iskandar (ketiga kiri) pada Rapat Paripurna ke-13 DPR RI Masa Persidangan III Tahun Sidang 2021-2022 yang beragendakan Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan atas RUU tentang Ibu Kota Negara di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/1/2022). Dalam rapat tersebut DPR mengesahkan RUU Ibu Kota Negara (IKN) menjadi Undang-Undang.
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Ketua DPR Puan Maharani (kiri) menerima dokumen hasil pandangan pemerintah dari Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa (kanan) yang disaksikan oleh Sufmi Dasco Ahmad (kedua kiri) dan Muhaimin Iskandar (ketiga kiri) pada Rapat Paripurna ke-13 DPR RI Masa Persidangan III Tahun Sidang 2021-2022 yang beragendakan Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan atas RUU tentang Ibu Kota Negara di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/1/2022). Dalam rapat tersebut DPR mengesahkan RUU Ibu Kota Negara (IKN) menjadi Undang-Undang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN) yang diketuai oleh mantan penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua menggugat Undang-Undang Ibu Kota Negara (IKN) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Selain Abdullah, nama-nama lain yang tergabung dalam kelompok tersebut adalah Marwan Batubara, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhyiddin Junaidi, Letjen TNI (Purn) Yayat Sudrajat, Agung Mozin, dan Neno Warisman.

Gugatan didaftarkan ke MK pada Rabu (2/2). Para pemohon menilai pembahasan UU IKN tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP).

Baca Juga

Abdullah sebagai pemohon I melihat adanya kerugian konstitusional apabila diberlakukannya UU IKN. Dalam salinan surat permohonan yang diterima disampaikan bahwa ia memahami celah-celah terjadinya praktik korupsi di Indonesia yang salah satunya adalah melalui pembangunan fisik yang dananya berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

"Dana yang diperlukan untuk pembangunan ibu kota baru adalah sebesar kurang lebih Rp 501 triliun. Dengan dana yang begitu besar akan membuka peluang untuk terjadinya korupsi," tulis pemohon I.

Sementara itu, Marwan yang merupakan mantan anggota DPD sebagai pemohon II menilai bahwa pembahasan RUU IKN dilakukan secara tergesa-gesa dan hanya memakan waktu selama 42 hari hingga pengesahannya. Waktu tersebut merupakan durasi yang tidak memungkinkan untuk pembentukan suatu undang-undang.

"Apalagi jika melihat tahapan proses pembentukan suatu undang-undang yang memerlukan 5 (lima) tahap, yaitu perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan pengundangan. Pemohon II merasa bahwa proses pembentukan UU IKN telah mencederai konstitusi."

Diketahui, DPR mengambil keputusan tingkat II terhadap RUU IKN untuk menetapkannya menjadi undang-undang. Penetapan dilakukan dalam forum rapat paripurna Masa Persidangan III tahun sidang 2021-2022 pada Selasa (18/1).

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa mengatakan, pemerintah udah membuat perencanaan yang detail dan komprehensif dalam pembangunan ibu kota negara. Meski sudah disahkan, ia mengatakan bahwa pembangunannya dilakukan secara bertahap.

"Tentu saja membangun kota ini tak seperti lampu Aladin, langsung set jadi. Namanya juga sebuah perencanaan dan perencanaan ini tentu ada tahapannya dan tahapannya harus dilakukan dengan disiplin," ujar Suharso di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/1).

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement