REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Gugus Tugas (Gugas) percepatan Rancangan Undang Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) telah merumuskan 623 daftar inventarisir masalah (DIM). Substansi DIM RUU TPKS mencakup soal hukum acara pidana hingga penanganan dan rehabilitasi korban.
"Banyak substansi baru dalam DIM. Tentunya DIM pemerintah ini masih butuh banyak masukan dari koalisi masyarakat sipil dan akademisi," kata Ketua tim gugus tugas RUU TPKS Eddy OS Hiariej dalam pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (4/2/2022).
Tim Gugus Tugas sudah melakukan konsinyering RUU TPKS bersama kementerian dan lembaga terkait pada 31 Januari-2 Februari 2022 secara hibrida. Eddy yang juga Wakil Menteri Hukum dan HAM tersebut mengemukakan substansi DIM RUU TPKS pemerintah mencakup soal hukum acara pidana hingga penanganan dan rehabilitasi korban.
"Unggulan DIM RUU TPKS ada pada hukum acara yang sangat progresif dan 'advanced' sebab sebelumnya dari ribuan kasus yang ditangani kepolisian dan kejaksaan, penyelesaiannya hanya kurang dari 5 persen. Berarti ada masalah pada hukum acaranya, ini yang diperbaiki," tambah Eddy.
Sementara Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengajak koalisi masyarakat sipil dan akademisi, untuk bersama-sama memberikan masukan-masukan yang konstruktif demi kesempurnaan DIM RUU TPKS. "Saya meyakini dengan diskusi publik rumusan DIM RUU TPKS akan menjawab segala persoalan terkait kekerasan seksual," ucap Moeldoko. Ia juga meminta semua pihak ikut mengawal RUU TPKS agar segera disahkan dengan pasal-pasal yang menjawab keadilan bagi korban.
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengatakan pembahasan DIM RUU TPKS tidak terbuka. Staf Bidang Riset dan Pengembangan Organisasi YLBHI Syafirah Hardani dalam pernyataan tertulis mengatakan pada 3 Februari 2022, Jaringan Masyarakat Sipil dan Akademisi, termasuk YLBHI diundang oleh Gugus Tugas RUU TPKS yang dikoordinatori oleh Kepala Staf Kepresidenan untuk memberi masukan DIM RUU TPKS.
Namun demikian, KSP disebut tidak menunjukkan dokumen maupun tayangan presentasi sehingga dapat melihat poin-poin DIM yang disampaikan. "Para pemateri yang terdiri dari utusan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Kejaksaan Agung, dan Polri menyampaikan hal-hal yang ada di dalam DIM secara verbal sehingga sulit bagi kami untuk melihat satu per satu poin DIM yang telah disusun dua hari sebelumnya," kata Syafirah.
Syarifah menyebut YLBHI memahami bahwa pemerintah beranggapan bahwa DIM tidak dapat dipublikasikan kepada publik, namun paling tidak poin-poin yang disampaikan dapat dipaparkan secara jelas tervisualisasi, atau DIM disampaikan di tempat dengan beberapa pertemuan, tidak secara verbal dan sulit dipetakan poin-poin nya. Artinya YLBHI berharap DIM pemerintah menjangkau substansi yang direkomendasikan masyarakat sipil.
"Atas hal tersebut, kami dengan ini meminta pemerintah untuk tidak memfinalkan DIM RUU TPKS secara terburu-buru dan sebelum memberikan kepada DPR untuk membuka DIM kepada publik, untuk dapat dibahas bersama melalui konsultasi publik kedua," ungkap Syafirah.