Jumat 04 Feb 2022 18:02 WIB

Kemenag Atur Regulasi Cegah Kekerasan Seksual, PBNU: Hindari Kesan Represif

Kemenag harus memperhatikan kondisi sosiologis pesantren.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ani Nursalikah
Ilustrasi Pelecehan Seksual. Kemenag Atur Regulasi Cegah Kekerasan Seksual, PBNU: Hindari Kesan Represif
Foto: Republika/Prayogi
Ilustrasi Pelecehan Seksual. Kemenag Atur Regulasi Cegah Kekerasan Seksual, PBNU: Hindari Kesan Represif

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Katib Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Abdul Ghofar Rozin (Gus Rozin) menyambut baik langkah Kementerian Agama (Kemenag) yang menyiapkan regulasi pencegahan kekerasan seksual di lembaga pendidikan keagamaan, termasuk pesantren. Namun, menurutnya ada hal yang harus diperhatikan Kemenag.

"Kami mengapresiasi langkah Kemenag itu. Niatnya baik. Namun ada hal yang perlu diperhatikan. Tentu regulasi itu penting karena sifatnya yang top-down. Tetapi harus memperhatikan kondisi sosiologis pesantren," kata mantan ketua Rabithah Ma'ahid Al Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI NU) itu kepada Republika.co.id, Jumat (4/2/2022).

Baca Juga

Gus Rozin menyampaikan kondisi sosiologis pesantren perlu diperhatikan untuk menghindari kesan represif terhadap pesantren. Apalagi, menurutnya, sebetulnya tidak cukup hanya dengan regulasi karena yang terpenting sebetulnya adalah membuat penyadaran pesantren.

"Regulasi ini sifatnya pasti, terkadang memaksa dan ada sanksi. Kalau tidak melaksanakan atau melanggar bagaimana, dan bagaimana ketika melaksanakannya. Sifat regulasi kan demikian," ujar dia.

Untuk itu, Gus Rozin mengungkapkan, penting membuat penyadaran di lembaga pendidikan keislaman baik di level pimpinan atau ustadz-ustadzahnya yang sehari-hari bertemu dengan para santrinya di lingkungan pesantren. Terutama kesadaran dan pemahaman tentang pelecehan seksual.

"Saya masih mendapati pemahaman yang kurang tepat tentang sexual harassment (pelecehan seksual). Yang menurut kita sexual harassment dianggap tidak seperti itu. Ini karena tidak ada pengetahuan standar terhadap pelecehan seksual," ujarnya.

Gus Rozin mengatakan, kesadaran dan pemahaman tentang pelecehan seksual harus dibangun dari masyarakat. "Jadi sifatnya harus bottom-up. Dari atas (pemerintah) dibuatkan regulasi, tetapi dari bawah (masyarakat) juga perlu didorong kepada guru, kepala sekolah, dan ustadz untuk memahami soal seperti ini," jelasnya.

Salah satu hal yang perlu dilakukan, yaitu mengatur supaya para ustadz-ustadzah terlebih dulu mengikuti pelatihan untuk mendapat pemahaman tentang pelecehan seksual dalam proses perekrutan tenaga pengajar di lembaga pendidikan keislaman.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement