REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Abraham Wirotomo menegaskan, pemerintah telah siap menghadapi gelombang ketiga Covid-19 varian Omicron sejak sebelum terjadinya transmisi lokal dan lonjakan kasus. Ia menyebut, pemerintah sigap dan cepat memperketat karantina untuk pelaku perjalanan luar negeri ketika WHO mengumumkan Omicron sebagai Variant of Concern pada 26 November 2021. Langkah yang diambil pemerintah di antaranya dengan memperpanjang masa karantina menjadi 14 hari.
"Berkat keberhasilan karantina tersebut kita bisa belajar karakteristik Omicron dengan lebih baik dari negara lain. Sehingga kita lebih tahu apa yang harus disiapkan," kata Abraham, di gedung Bina Graha Jakarta, dikutip dari siaran pers KSP, Jumat (4/2).
Ia menilai, Indonesia termasuk negara yang belakangan terkena Omicron, yakni negara ke 80. "Banyak negara maju yang kemasukan Omicron lebih dulu daripada Indonesia," jelas Abraham.
Abraham pun mengakui, ancaman gelombang ketiga Covid-19 varian Omicron merupakan ancaman nyata. Karena itu, pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mengendalikan lonjakan kasus, mulai dari menyiapkan testing, tracing, tempat tidur, tempat isolasi, oksigen, obat, telemedisin, dan vaksin.
"Per minggu lalu, testing mencapai 351.442 per hari, tracing 10,87 rasio kontak erat, dan kesiapan bed dinaikkan dari 82.168 menjadi 150 ribu tempat tidur. Untuk Isolasi terpusat ada 76.636 unit," jelas Abraham.
Terkait kesiapan vaksin dan obat-obatan, Abraham merinci, terdapat 318 juta lebih vaksin dan hampir 80 juta obat-obatan yang sudah disiapkan untuk menghadapi gelombang Omicron.
"Obat-obatan itu, Favipiravir sekitar 25 juta lebih, Remdesivir hampir satu juta injeksi, Molnupiravir 200 ribuan kapsul, dan multivitamin sekitar 52 ribu sekian," ungkapnya.
Abraham juga menekankan perlunya kesadaran masyarakat untuk tetap mematuhi protokol kesehatan, mengurangi mobilitas, dan suntik vaksin. "Vaksin terbukti mengurangi keparahan bila terkena Omicron. Jadi jangan ragu divaksin," kata dia.
Selain itu, ia juga mengimbau masyarakat agar tidak panik berlebih dan memprioritaskan rumah sakit bagi yang mengalami gejala berat, kritis, lansia, dan komorbid. "Saya ingatkan sekali lagi, karakteristik Omicron berbeda dari Delta. Memang tingkat penularannya lebih tinggi. Tapi keparahan lebih ringan," kata Abaraham.