Jumat 04 Feb 2022 20:13 WIB

KPPU Dalami Faktor Pembentuk Harga di Dugaan Kartel Minyak Goreng

KPPU menyebut ada empat produsen besar yang diduga terlibat kartel minyak goreng

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pedagang menata minyak goreng curah yang dijual di Pasar Masomba, Palu, Sulawesi Tengah. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Jumat (4/2/2022) sudah melakukan pertemuan dengan produsen minyak goreng. Kepala Biro Hubungan dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur mengatakan terdapat beberapa hal yang didalami dalam pertemuan tersebut.
Foto: ANTARA FOTO/Basri Marzuki
Pedagang menata minyak goreng curah yang dijual di Pasar Masomba, Palu, Sulawesi Tengah. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Jumat (4/2/2022) sudah melakukan pertemuan dengan produsen minyak goreng. Kepala Biro Hubungan dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur mengatakan terdapat beberapa hal yang didalami dalam pertemuan tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Jumat (4/2/2022) sudah melakukan pertemuan dengan produsen minyak goreng. Kepala Biro Hubungan dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur mengatakan terdapat beberapa hal yang didalami dalam pertemuan tersebut. 

"Kami lebih mendalami faktor pembentuk harga dan validasi berbagai permasalahan yang berkembang saat ini," kata Deswin kepada Republika, Jumat (4/2/2022). 

Meskipun begitu, Deswin mengungkapkan saat ini KPPU belum bisa membagikan hasil lengkap dari pertemuan tersebut. Hanya saja, Deswin mengatakan masih ada pertemuan selanjutnya dengan produsen minyak goreng lainnya. 

"Hari ini dari 3 panggilan. Dua (produsen minyak goreng lainnya) dijadwalkan ulang," ujar Deswin. 

Sebelumnya, Ketua KPPU Ukay Karyadi mengungkapkan telah menemukan empat pemain besar yang diduga terlibat kartel. Untuk ini hari ini (4/2/2022) KPPU memanggil produsen minyak goreng terkait untuk membahas hal tersebut. 

Ukay memaparkan alasan adanya indikasi kartel terkait melonjaknya harga minyak goreng beberapa waktu lalu, dengan menyebut terdapat sinyal-sinyal praktik kartel. Jadi, lanjut Ukay, ketika ada kenaikan harga Crude Palm Oil (CPO), maka situasi tersebut dijadikan momentum untuk pelaku usaha minyak goreng pada perusahaan besar untuk menaikkan harga.

Menurut Ukay, yang menjadi perhatian KPPU adalah selain pabrik minyak goreng tersebut terintegrasi dengan kebun sawit milik mereka sendiri, perusahaan-perusahaan tersebut juga menaikkan harga jual secara bersamaan. Padahal, lanjut Ukay, jika terjadi kenaikan di produk minyak goreng PT A (misalnya), maka PT B akan mengambil alih pasar PT A dengan tidak ikut menaikkan harga.

Namun yang terjadi justru para pemain besar minyak goreng tersebut menaikkan harga secara kompak. "Nah, ketika kenaikan ini terjadi, pemerintah sampai harus turun tangan mengintervensi harga dengan kebijakan satu harga di level Rp 14 ribu per liter dan terbukti tidak efektif. Sehingga merubah lagi kebijakan dengan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO)," ungkap Ukay.

Dengan demikian, Ukay mengatakan bahwa KPPU melihat adanya praktik oligopoli, sehingga intervensi yang dilakukan di hilir dinilai kurang efektif tanpa pembenahan struktur industrinya dari hulu. "Tentunya intervensi pasar di hilir tanpa membenahi struktur industrinya menjadi kurang efektif, karena posisi tahap awalnya ada di perusahaan-perusahaan besar tersebut," ujar Ukay.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement