REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyebut Amerika Serikat dan negara-negara Barat tidak melakukan apa pun untuk membantu menyelesaikan krisis antara Rusia dan Ukraina. Sebaliknya, mereka malah menjadi penghalang.
"Saya harus mengatakan ini dengan sangat jelas: kalau Anda perhatikan, Barat sayangnya tidak berkontribusi apa pun untuk menyelesaikan masalah ini. Saya bisa katakan mereka benar-benar hanya menjadi penghalang," ujar Erdogan kepada NTV dan media Turki pada Jumat (4/2/2022).
Lebih lanjut, Erdogan mengatakan tidak ada pemimpin Eropa yang mampu menyelesaikan kebuntuan antara Rusia dan Ukraina. Pun halnya Presiden AS Joe Biden juga belum memberikan kontribusi positif. "Ada masalah serius di Eropa sekarang tentang para pemimpin yang dapat memecahkan masalah ini," kata Erdogan.
Ia merujuk pada pengunduran diri mantan kanselir Jerman Angela Merkel."Ketika kita melihat Amerika Serikat, Biden belum menunjukkan pendekatan positif terhadap masalah ini," ujar dia, menambahkan.
Presiden Erdogan, yang memiliki hubungan dekat dengan Kiev dan Moskow, mengaku "sangat menghargai" rencana kunjungan Presiden Rusia Vladimir Putin ke Turki. Komentarnya muncul setelah dia bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy di Kiev pada Kamis (3/2).
Dalam pertemuan tersebut, Erdogan kembali menawarkan diri untuk menengahi krisis antara Ukraina dan Rusia serta mengusulkan Turki menjadi tuan rumah pertemuan para pemimpin kedua negara tersebut.
AS dan negara-negara Eropa khawatir tentang penumpukan lebih dari 100 ribu tentara Rusia di dekat perbatasan Ukraina.Moskow membantah anggapan Barat bahwa pihaknya merencanakan invasi. Moskow, sementara itu, menuntut jaminan keamanan dan mengatakan akan mengambil tindakan militer jika tuntutan tidak dipenuhi.
Turki, yang berbagi perbatasan maritim dengan Ukraina dan Rusia di Laut Hitam, mengatakan konflik militer apa pun tidak dapat diterima dan memperingatkan Moskow bahwa invasi adalah langkah yang tidak bijaksana.Erdogan mengatakan Turki akan melakukan apa pun yang diperlukan sebagai anggota NATO jika terjadi invasi oleh Rusia, tetapi menentang sanksi terhadap Rusia seperti yang diancamkan oleh negara-negara sekutu lainnya.
Kendati menjalin kerja sama dengan Rusia di bidang pertahanan dan energi, Turki telah menentang kebijakan Moskow di Suriah dan Libya, serta pencaplokan atas Semenanjung Krimea pada 2014.Turki juga telah menjual drone canggih ke Ukraina dan menandatangani kesepakatan untuk memproduksi lebih banyak di dekat Kiev, langkah yang membuat marah Rusia.
Beberapa negara Barat menuduh Turki menyimpang dari NATO atas kerjasa manya dengan Rusia, yang menyebabkan Ankara dikenai sanksi oleh AS pada 2020. Turki telah menolak tuduhan tersebut dan menegaskan upaya untuk membangun hubungan positif dengan semua negara.