REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Saul Niguez menceritakan kesannya sebagai jugador Chelsea FC. Kubu the Blues meminjamnya dari Atletico Madrid.
Awalnya segala sesuatu berjalan sulit baginya. Saul harus mengubah seluruh rutinitas kehidupannya. Ia meninggalkan kota Madrid dan menuju London.
Ia sempat berpisah dengan keluarganya. Setelahnya, perlahan tapi pasti, sang gelandang mulai menemukan kenyamanan. Ia berterima kasih kepada rekan setimnya dan klub.
"Bahasa Inggris saya juga meningkat. Semuanya menjadi sedikit lebih mudah," kata Saul, dikutip dari laman resmi Chelsea, Jumat (4/2).
Pesepakbola berkebangsaan Spanyol ini baru tampil dalam 14 laga di berbagai ajang. Jelas ia ingin lebih dari itu. Tapi pada akhirnya, ia menyadari.
Bukan perkara mudah baginya untuk langsung menjadi pemain inti di Chelsea. Sebuah tim yang berstatus juara bertahan Liga Champions. Persaingannya sangat ketat.
"Setiap hari saya merasa lebih baik, dan ketika pelatih membutuhkan saya, saya siap," ujarnya.
Saul juga diminta menjelaskan perbedaan terbesar antara sepak bola Spanyol dengan kondisi di Inggris. Sebelumnya, selama delapan musim ia memperkuat Atletico. Ia sangat memahami budaya di La Liga.
Menurutnya, di negerinya jauh lebih taktis. Sementara di Liga Primer, benar-benar menonjolkan kekuatan fisik. Pertandingan berlangsung dalam tempo tinggi
Sepak bola Spanyol lebih fokus bagaimana memegang kendali dalam sebuah pertandingan. "Ini bukan tentang menghibur para pengemar, tetapi anda dapat melakukan hal-hal di sini, yang sebenarnya tidak dapat anda lakukan di La Liga," ujar Saul.
Ia mencontohkan seorang Eden Hazard sangat impresif ketika bermain di Inggris. Namun ketika berlabuh di Spanyol, Hazard belum jua mencapai performa terbaiknya. Itu karena permainan yang sama sekali berbeda. Pada intinya, Saul menilai lebih mudah bagi pemain dari La Liga beradaptasi dengan Liga Primer, ketimbang sebaliknya, dari negeri Ratu Elizabeth, ke ranah matador.