Jumat 04 Feb 2022 22:40 WIB

Epidemolog: Omicron Penyebarannya Cepat, Tapi Kasus Kematian Rendah

Vaksinasi berperan besar bagi pencegahan kesakitan dan kematian dari Covid-19.

Epidemiolog Universitas Indonesia, Pandu Riono.
Foto: Dok Rumah Pemilu
Epidemiolog Universitas Indonesia, Pandu Riono.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peningkatan kasus Covid-19 varian Omicron saat ini tidak bisa disamakan dengan kondisi gelombang varian Delta pada 2021. Lonjakan kasus yang terjadi sejak akhir Januari 2022, hingga saat ini, perlu disikapi secara lebih bijak dengan pemahaman yang lebih baik oleh masyarakat, terutama terkait karakteristik varian Omicron. Pada Jumat (4/2/2022), laporan Covid-19 mencapai 32.211 kasus dengan 42 kematian.

"Ini yang perlu diketahui masyarakat. Karakteristik lonjakan kasus sangat dipengaruhi karakteristik varian virusnya. Kedua karakteristik lonjakan kasus ini juga dipengaruhi oleh jumlah imunitas penduduk. Karena itulah masyarakat sering salah persepsi dengan kondisi saat ini seperti kondisi di Juli-Agustus 2021 lalu, padahal sudah jauh berbeda," kata Epidemiolog Universitas Indonesia, Pandu Riono kepada wartawan di Jakarta, Jumat (4/2/2022).

Baca Juga

Menurut Pandu, pasien varian Omicron tidak banyak yang perlu dirawat di rumah sakit. Apalagi, sambung dia, sebagian besar penduduk Indonesia sudah mendapatkan vaksinasi. Total lebih dari 185 juta populasi penduduk Indonesia mendapat vaksinasi dosis pertama dan 129 juta jiwa lebih mendapatkan dosis kedua. Adapun angka penerima vaksin dosis ketiga baru mencapai lebih 4,7 juta penduduk.

Dia bisa memahami kekhawatiran masyarakat, namun varian Omicron tidak seganas Delta. "Masyarakat Indonesia memiliki trauma pada momen gelombang Covid-19 varian Delta yang lalu. Perlu diketahui memang varian Omicron ini penyebarannya cepat, tapi kasus kesakitan maupun kematian akibat varian ini rendah," terang Pandu.

Menurut dia, vaksinasi memiliki peran besar bagi pencegahan kesakitan dan kematian seseorang akibat infeksi  Covid-19 varian apa saja, termasuk Omicron. Berkaca dari negara lain yang lebih dahulu melewati varian Omicron seperti Afrika Selatan, Inggris, dan India, kata Pandu, tingkat keparahan dan kematian akibat infeksi varian Omicron jauh berbeda dibandingkan dengan Delta.

"Saya bisa berbicara seperti ini karena melihat pengalaman dari negara lain yang sudah melalui gelombang Omicron. Karakternya cepat naik, cepat turun, dan pasien yang masuk rumah sakit jauh lebih rendah," terang Pandu.

Pengalaman negara lain yang menurut Pandu mirip dengan studi kasus di Indonesia adalah yang terjadi di India. Dia berharap, lonjakan kasus di Indonesia akan mengikuti pola di India, yaitu turun dengan cepat dan tidak banyak berdampak pada pelayanan rumah sakit maupun kematian.

Apalagi, sambung dia, pemerintah dalam menangani lonjakan kasus kali ini sudah lebih siap dibandingkan sebelumnya. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga telah menyediakan pelayanan konsultasi kesehatan jarak jauh (telemedisin) secara gratis bagi pasien isolasi mandiri di rumah. Begitu juga dengan obat-obatan yang diperlukan pasien isolasi mandiri juga sudah dipersiapkan dengan gratis.

"Kecemasan yang berlebihan membuat masyarakat minta dirawat di rumah sakit padahal tidak memenuhi syarat untuk dirawat di rumah sakit. Ini yang seakan-akan membuat tempat tidur di rumah sakit tinggi padahal mayoritas di rumah sakit itu pasien bergejala ringan," jelas Pandu.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement