REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Orang tua yang memiliki bayi laki-laki ada baiknya berpikir ulang ketika membiarkan buah hatinya terpapar layar. Sebuah penelitian terbaru mengungkap keterkaitan antara jam menatap layar alias akses menyimak televisi dan gawai dengan gangguan spektrum autisme.
Gangguan spektrum autisme adalah gangguan perkembangan berupa kesulitan dalam komunikasi sosial. Perilaku, minat, serta aktivitas pengidapnya cenderung terbatas dan memiliki pola yang repetitif.
Para ahli dari University of Yamanashi, Jepang, menggagas penelitian mengenai relasi screentime anak dan autisme. Ditemukan bahwa bayi laki-laki yang terpapar layar dua hingga empat jam sehari punya risiko 3,5 kali lebih besar mengidap autisme pada usia tiga tahun, apabila dibandingkan dengan bayi laki-laki yang tidak menonton TV.
Risiko autisme meningkat seiring semakin banyak waktu yang dihabiskan bayi untuk menatap layar. Anak laki-laki yang menonton TV kurang dari satu jam per hari pada usia satu tahun, 1,38 kali lebih berisiko didiagnosis autisme dua tahun berikutnya. Itu jika dibandingkan dengan anak yang tidak menonton TV sama sekali.
Sementara, risiko meningkat menjadi 2,16 kali lebih tinggi pada anak laki-laki berusia satu tahun yang menonton TV satu hingga dua jam per hari. Risiko melonjak menjadi 3,48 kali lebih tinggi di antara bayi laki-laki yang menonton dua hingga empat jam setiap hari.
Sementara, bayi laki-laki yang terpapar layar lebih dari empat jam per hari 3,02 kali lebih mungkin didiagnosis autisme dibandingkan mereka yang tidak menonton TV. Temuan tersebut menjadi peringatan bagi orang tua, terlebih di tengah pandemi Covid-19 yang memicu perubahan cepat dalam gaya hidup.
Waktu anak terpapar layar diketahui meningkat selama pandemi Covid-19 secara global. Dari hasil studi, para orang tua dari 84 ribu ditanyai berapa lama waktu rata-rata anak menonton TV atau DVD pada usia satu tahun. Tim periset juga bertanya kepada orang tua mengenai diagnosis autisme pada anak.