Sabtu 05 Feb 2022 12:57 WIB

Harga Minyak Tembus 93 Dolar AS per Barel, Tertinggi di 7 Tahun Terakhir

Harga minyak dunia diprediksi akan terus naik sepanjang 2022

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petugas SPBU mengisi bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi di SPBU Kuningan. Harga minyak dunia pada penutupan Jumat (4/2) menembus level tertinggi sepanjang tujuh tahun terakhir. Acuan dan Brent menembus angka 93 dolar AS per barel.
Foto: Prayogi/Republika
Petugas SPBU mengisi bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi di SPBU Kuningan. Harga minyak dunia pada penutupan Jumat (4/2) menembus level tertinggi sepanjang tujuh tahun terakhir. Acuan dan Brent menembus angka 93 dolar AS per barel.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak dunia pada penutupan Jumat (4/2) menembus level tertinggi sepanjang tujuh tahun terakhir. Acuan dan Brent menembus angka 93 dolar AS per barel.

Acuan Brent menembus harga 93,27 dolar AS per barel. Angka ini merupakan level tertinggi harga minyak dibandingkan rekor pada Oktober 2014 silam sebesar 93,70 dolar AS per barel.

Baca Juga

Sedangkan acuan West Texas Intermediate menembus angka 92,31 dolar AS per barel. Sebelumnya, angka tertinggi acuan WTI berada di angka 93,17 dolar AS per barel di September 2014.

Dilansir dari Reuters, kenaikan harga minyak dunia ini disebabkan oleh cuaca dingin di AS dan masih tensi tinggi gejolak politik di beberapa negara produsen utama minyak dunia.

Harga minyak dunia diprediksi akan terus naik sepanjang 2022 ini. Kondisi ini kemudian diperparah dengan aksi beberapa negara yang memborong minyak mentah dan menyetok di negaranya di dalam kilang.

Kepala Strategi Global Nikko Asset Management, John Vail memprediksi harga minyak dunia bahkan bisa menembus angka 100 dolar AS per barel pada tahun ini. Mengingat ketegangan yang terjadi di Rusia dan Ukraina.

"Apalagi, permintaan global juga meningkat akibat persoalan geopolitik ini," ujar Vail.

Faktor lainnya, menurut Kepala Analis Komoditas SEB Oslo, Bjarne Scheldrop menjelaskan seiring dengan kenaikan harga gas alam dunia yang juga terkerek membuat Eropa dan beberapa negara di Asia tak lagi mengandalkan gas sebagai bahan baku utama pembangkit listriknya.

"Banyak negara di Eropa dan Asia mengandalkan minyak mentah sebagai subtitusi dari gas alam. Karena harga minyak dunia lebih murah dibandingkan gas alam hari ini," ujar Schieldrop.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement