Sabtu 05 Feb 2022 14:19 WIB

MK Belum Putuskan Format Sidang Sengketa Pemilu 2024

Pertimbangan menggelar sidang luring atau daring masih menunggu kondisi pandemi.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Ratna Puspita
Hakim dari Mahkamah Konstitusi (MK) Daniel Yusmic P. Foekh memaparkan persiapan lembaganya dalam menghadapi sengketa hasil Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. (Foto: Sidang MK)
Foto: ANTARA/Galih Pradipta
Hakim dari Mahkamah Konstitusi (MK) Daniel Yusmic P. Foekh memaparkan persiapan lembaganya dalam menghadapi sengketa hasil Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. (Foto: Sidang MK)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hakim dari Mahkamah Konstitusi (MK) Daniel Yusmic P. Foekh memaparkan persiapan lembaganya dalam menghadapi sengketa hasil Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Ia mengungkapkan, MK masih belum memutuskan format sidang sengketa hasil Pemilu 2024.

Daniel mengatakan, MK belum memutuskan sidang sengketa Pemilu akan berupa daring atau luring. Ia menyebut MK masih memantau perkembangan pandemi Covid-19.

Baca Juga

"MK masih menunggu perkembangan situasi dan kondisi untuk memutuskan akan menggelar sidang sengketa pemilu dilakukan secara online ataupun offline," ujar Daniel dalam keterangan yang dikutip Republika di situs resmi MK pada Sabtu (5/2/2022). 

Kendati demikian, Daniel menyampaikan, MK sudah mempersiapkan segala hal terkait adanya kemungkinan permohonan sengketa setelah pemungutan suara. Salah satunya dengan menggelar sosialisasi kepada para pihak penyelenggara dan peserta Pemilu.

"Hal yang dilakukan pertama oleh MK, yakni memberikan pelatihan kepada pihak-pihak yang akan terlibat dalam penyelesaian sengketa di MK. Jadi kita lakukan bimbingan teknis dengan KPU, Bawaslu, partai politik, advokat oleh MK," kata Daniel. 

Di sisi lain, Daniel mengatakan Pasal 2 UU MK memuat bahwa MK merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Daniel menyinggung kewenangan MK dalam perkara perselisihan penetapan perolehan suara tahap akhir hasil Pemilihan diperiksa dan diadili oleh MK sampai dibentuknya badan peradilan khusus.

"Terkait dengan pengajuan permohonan ke MK dapat dilakukan apabila Pemohon mengalami kerugian konstitusional, adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh UUD 1945 dianggap dirugikan oleh berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian. Kerugian konstitusional tersebut harus bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi," ucap Daniel.

Sedangkan mengenai putusan bersifat erga omnes, Daniel menjelaskan, meskipun dimohonkan oleh perseorangan/individu, namun keberlakuan putusan mengikat seluruh warga dan memengaruhi politik hukum di Indonesia. Amar putusan dapat berupa permohonan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard), ditolak, atau dikabulkan.

Hal tersebut disampaikan Daniel saat menjadi narasumber dalam Webinar Magister Ilmu Hukum dan Fakultas Hukum Universitas Medan Area yang mengangkat tema “Kesiapan MK Dalam Menghadapi Gugatan Persiapan Perselisihan Hasil Pemilu 2024”. Kegiatan ini diselenggarakan pada Jumat (4/2/2022) secara luring maupun daring. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement