Sabtu 05 Feb 2022 17:30 WIB

Ketegangan Lembaga Agama Mesir Vs Ethiopia Sikapi Bendungan Sungai Nil

Ethiopia dan Mesir menhadapi ketegangan terkait pembangunan GERD Sungai Nil

Rep: Fuji E Permana/ Red: Nashih Nashrullah
Pembangunan Bendungan Grand Renaissance (Bendungan Hidase) di wilayah Benishangul-Gumuz barat Ethiopia. (Ilustrasi). Ethiopia dan Mesir menhadapi ketegangan terkait pembangunan GERD Sungai Nil
Pembangunan Bendungan Grand Renaissance (Bendungan Hidase) di wilayah Benishangul-Gumuz barat Ethiopia. (Ilustrasi). Ethiopia dan Mesir menhadapi ketegangan terkait pembangunan GERD Sungai Nil

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO – Akademi Penelitian Islam Al-Azhar Mesir telah menerbitkan buku pertama tentang hak Mesir atas perairan Nil dari sudut pandang syariat, sehubungan dengan perselisihan yang sedang berlangsung dengan Ethiopia atas Bendungan Renaisans Besar Ethiopia (GERD). 

Buku berjudul "Jawaban Mulia dalam Gula Sungai dan Distribusi Air Sungai Nil," ditampilkan di paviliun Al-Azhar di Pameran Buku Internasional Kairo ke-53, yang dimulai pada 26 Januari 2022 hingga 6 Februari 2022. 

Baca Juga

Dalam sebuah pernyataan pers, Sekretaris Jenderal Akademi Riset Islam, Nazir Ayyad, mengatakan  buku tersebut menegaskan bahwa berdasarkan syariah, posisi adil Mesir dalam masalah air Nil dan menetapkan hak historis dan hukum negara di dalamnya. Dilansir dari laman Al-Monitor, Ahad (30/1/2022). 

Publikasi tersebut muncul di tengah negosiasi GERD yang goyah antara Mesir dan Ethiopia. Kairo mencari kesepakatan yang mengikat secara hukum untuk pengisian dan pengoperasian bendungan, sementara Addis Ababa terus bersikeras untuk menyelesaikan konstruksi dan pengisian terlepas dari negosiasi. Al-Azhar bukan satu-satunya lembaga agama yang ikut campur dalam masalah GERD. 

Dar Al Ifta Mesir juga menyinggung perselisihan itu, dengan Mufti Agung negara itu, Syauqi Allam, menekankan pada berbagai kesempatan, dukungannya untuk Presiden Abdel Fattah al-Sisi dalam mengelola masalah GERD dengan kebijaksanaan dan kekuasaan. 

Tahun lalu Paus Tawadros II menekankan dukungan Gereja Ortodoks Koptik untuk kepemimpinan politik dalam upayanya untuk menemukan solusi yang komprehensif dan adil untuk masalah air yang menjamin hak-hak rakyat Mesir dan saudara-saudara mereka di Sudan atas kehidupan yang Tuhan berikan. 

Paus menunjuk skenario lain yang bisa diikuti negara Mesir jika upaya diplomatik gagal. “Kami berdoa agar Tuhan mengizinkan semua upaya diplomatik dan politik yang baik berhasil sehingga kami tidak menggunakan upaya lain apapun,” katanya. 

Gereja telah memainkan peran untuk meredakan ketegangan dalam negosiasi mengingat hubungan historis antara kedua negara, menurut Anba Beyman, koordinator hubungan Koptik dengan gereja-gereja Ethiopia. 

Sikap-sikap ini menunjukkan bahwa wacana keagamaan di Mesir sejalan dengan wacana politik ketika menyangkut krisis GERD, yang normal, menurut Tariq Fahmy, seorang profesor ilmu politik di Universitas Kairo yang berbicara kepada Al-Monitor. 

"Lembaga keagamaan di Mesir harus berperan dalam krisis GERD, dan peran ini harus dikaitkan dengan sifat krisis dan dampaknya terhadap keamanan nasional Mesir,” kata Fahmy. 

“Lembaga-lembaga keagamaan tidak asing bagi bangsa ini, dan memiliki kehadiran yang kuat di Mesir dan Afrika,” ujarnya.  

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement