REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH – Palestina meminta Uni Afrika mencabut keputusannya memberikan status pengamat kepada Israel dalam organisasi tersebut. Menurut Palestina, Israel tak pantas menerima status tersebut.
“Keputusan untuk memberikan Israel status pengamat adalah hadiah yang (Israel) tidak pantas dapatkan. Kami menyerukan agar keputusan ini ditarik,” kata Perdana Menteri Palestina Mohamed Shtayyeh dalam KTT Uni Afrika yang digelar di Addis Ababa, Ethiopia, Sabtu (5/2), dikutip laman Yeni Safak.
Dia menegaskan, Israel tidak layak memperoleh status pengamat dari Uni Afrika. “Hal itu atas perlakuan rasialisnya terhadap Palestina,” ucap Shtayyeh.
Pada 22 Juli tahun lalu, Kementerian Luar Negeri Israel mengumumkan bahwa duta besarnya untuk Etiopia, Admasu Al-Ali, telah menyerahkan kredensialnya sebagai anggota pengamat ke Uni Afrika. Kredensialnya diterima secara sepihak Ketua Komisi Uni Afrika Moussa Faki Mahamat.
Beberapa negara anggota, khususnya Aljazair dan Afrika Selatan, memprotes keputusan Mahamat. Mereka merasa belum diajak berkonsultasi tentang langkah tersebut. Dalam sebuah wawancara dengan Radio France International dan saluran satelit France 24 menjelang KTT, Menteri Luar Negeri Aljazair Ramtane Lamamra mengecam keputusan Uni Afrika memberikan Israel status pengamat.
Lamamra menilai, Uni Afrika melakukan kesalahan ganda. "Ini buruk bagi organisasi dan dapat membahayakan solidaritas yang harus ada di antara negara-negara anggota,” ujarnya.
Dalam KTT di Addis Ababa, Uni Afrika bakal membahas permintaan Israel untuk status pengamat. Sebab keputusan tentang persoalan tersebut ditunda Dewan Eksekutif Uni Afrika.