Ahad 06 Feb 2022 08:43 WIB

Prancis Bentuk Forum Islam yang Steril dari Intervensi Negara Asing

Prancis menunjuk secara langsung tokoh yang duduk di Forum Islam

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nashih Nashrullah
Kegiatan Masjid di Prancis.(ilustrasi) Prancis menunjuk secara langsung tokoh yang duduk di Forum Islam
Foto: dailysabah.com
Kegiatan Masjid di Prancis.(ilustrasi) Prancis menunjuk secara langsung tokoh yang duduk di Forum Islam

REPUBLIKA.CO.ID, NICE— Pemerintah Prancis melanjutkan upaya untuk membentuk kembali Islam di Prancis dan menyingkirkannya dari ekstremisme. Negara itu memperkenalkan sebuah badan baru dengan tujuan membantu memimpin komunitas Muslim terbesar di wilayah barat Eropa. 

Badan baru itu disebut Forum Islam diperkenalkan oleh Kementerian Dalam Negeri Prancis pada Sabtu (5/2/2022). Badan baru akan mencakup imam, tokoh berpengaruh dari masyarakat sipil, intelektual terkemuka, dan pemimpin bisnis. 

Baca Juga

Menurut laporan media Prancis, semua anggotanya dipilih langsung oleh pemerintah dan menempatkan perempuan setidaknya seperempat dari anggotanya.  

Forum Islam menggantikan Dewan Iman Muslim Prancis, sebuah kelompok yang dibentuk pada 2003 oleh mantan Presiden Nicolas Sarkozy, yang saat itu menjabat sebagai menteri dalam negeri. Dewan berfungsi sebagai penghubung antara pemerintah dan para pemimpin agama.  

Badan tersebut dibubarkan bulan ini oleh pemerintah Emmanuel Macron karena, menurut Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin, tidak lagi memenuhi perannya dalam komunitas Muslim dan masyarakat Prancis. Keberadaannya dinilai sulit berperan dari serangan dalam beberapa tahun terakhir yang menewaskan ratusan orang. 

“Kami ingin melancarkan revolusi dengan mengakhiri (pengaruh asing) terhadap Islam,” kata Darmanin dalam wawancara baru-baru ini dengan harian Le Parisien.  

"Islam bukan agama orang asing di Prancis, tetapi agama Prancis tidak boleh bergantung pada uang asing dan otoritas apa pun di luar negeri," katanya.  

Dalam proyek terbaru itu, Macron membayangkan langkah-langkah seperti melatih para imam di Prancis alih-alih membawa mereka dari Turki, Maroko atau Aljazair. 

Pendukung keputusan itu mengatakan badan tersebut akan menjaga negara dan lima juta Muslim aman dan bebas dari pengaruh asing. Keputusan terbaru ini juga memastikan bahwa praktik Muslim di Prancis mematuhi nilai sekularisme yang dihargai negara itu dalam kehidupan publik. 

Warga Paris Hamoud ben Bouzid optimis dengan rencana Macron dan upayanya untuk memasukkan suara-suara berbeda dari komunitas Muslim untuk menunjukkan kepada masyarakat luas atas keragamannya. "Kita hidup di negara sekuler, jadi mengapa tidak memperluas forum dan menyuarakan lebih banyak Muslim di Prancis?” kata ben Bouzid. 

"Saya ingin Muslim didengar sebagai warga negara di negara ini, bukan sebagai Muslim. Sebagai warga negara penuh," katanya.  

Sedang kelompok yang mengkritik mengatakan, inisiatif terbaru pemerintah adalah langkah lain dalam proses diskriminasi yang dilembagakan. Tindakan itu menempatkan seluruh komunitas bertanggung jawab atas serangan kekerasan terhadap beberapa orang dan berfungsi sebagai penghalang lain di depan umum. 

Umat Muslim di Prancis telah lama mengeluhkan stigmatisme dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari dipilih oleh polisi untuk pemeriksaan identitas hingga diskriminasi dalam pencarian pekerjaan.

Setiap kali kekerasan ekstremis melanda, oleh penyerang kelahiran asing atau oleh pemuda kelahiran Prancis, Muslim Prancis sendiri dicurigai dan ditekan untuk mengecam kekerasan. 

Tahun lalu parlemen Prancis menyetujui undang-undang untuk memperkuat pengawasan masjid, sekolah, dan klub olahraga.

Pemerintah mengatakan itu diperlukan untuk melindungi Prancis dari kelompok Islam radikal dan untuk mempromosikan penghormatan terhadap sekularisme dan hak-hak perempuan.

Undang-undang yang menimbulkan kekhawatiran di beberapa bagian kelompok Muslim, telah digunakan untuk menutup beberapa masjid dan kelompok masyarakat. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement