Ahad 06 Feb 2022 15:07 WIB

Belum Ada Kejelasan Izin Kepolisian, Buruh Tetap Gelar Aksi di DPR Besok

Aksi yang akan dilakukan oleh partai buruh dan FSPMI dalam rangka HUT FSPMI ke-23.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Agus Yulianto
Said Iqbal
Foto: ANTARA/Ujang Zaelani
Said Iqbal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Buruh dan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) akan menggelar aksi unjuk rasa di depan Kompleks Parlemen Senayan, Senin (7/2) besok. Meskipun belum ada kejelasan izin dari pihak kepolisian terkait aksi tersebut, namun buruh akan tetap melaksanakan aksi yang akan diikuti oleh buruh se-Jabodetabek.

"FSPMI sudah mengajukan dari satu minggu yang lalu, sedangkan Partai Buruh dari dua hari yang lalu, oleh karena itu sampai hari ini karena tidak ada larangan ataupun ditolak melalui pemberitahuan itu maka kami berpendapat aksi tetap bisa dilanjutkan," kata Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, dalam konferensi pers, Ahad (6/2).

Kendati demikian, dirinya mengingatkan, agar para buruh tetap menaati protokol kesehatan mengingat kasus Omicron di sejumlah daerah di Indonesia  melonjak. Lagipula, dia menambahkan, DKI Jakarta masih memberlakukan PPKM level 3, sehingga aksi bisa dilakukan dengan pembatasan tertentu. 

"Intinya aksi yang akan dilakukan oleh partai buruh dan FSPMI dalam rangka HUT FSPMI ke-23 itu adalah mengikuti protokol kesehatan sesuai arahan petugas keamanan yang bertugas dan Satgas covid 19. Kami akan jaga itu. Itu prinsip-prinsip," tegasnya,

"Kami tidak ingin menambah beban pemerintah dan rakyat Indonesia dengan meningkatnya klaster-klaster Omicron. Kita bersama Presiden Jokowi dan pemerintah untuk meninggalkan atau mengurangi bahkan meniadakan covid-19," imbuhnya.

Untuk diketahui Partai Buruh dan FSPMI bakal menggelar aksi buruh se-Jabodetabek di depan Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, dan sejumah daerah indsutri di Indonesia Senin (7/2) besok. Said mengatakan aksi tersebut digelar dalam rangka mendesak agar Omnibus Law Cipta Kerja dikeluarkan dari prolegnas pembahasan antara DPR dan Pemerintah.

"Jadi kami minta dikeluarkan karena Mahkamah Konstitusi (MK) sudah jelas menyatakan bahwa proses pembentukan RUU Cipta Kerja itu inkonstitusional bersyarat dan cacat formil. Oleh karenanya tidak layak untuk dibahas kembali oleh DPR RI bersama pemerintah. Dan tentu kami meminta kepada pemerintah tidak memaksakan kehendak untuk terus membahas isi UU Ciptaker tersebut," kata Said dalam konferensi pers, Ahad (6/2).

Said juga menyoroti berlangsungnya proses pembahasan revisi UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP). Dia menduga revisi UU PPP akan dijadikan pintu masuk pemerintah dan DPR untuk membahas kembali  RUU Cipta Kerja tersebut. 

Said menuturkan, pembahasan revisi UU PPP tersebut tidak pernah melibatkan partisipasi publik. Ia mengaku sampai hari ini, partai buruh dan serikat buruh sebagai pendiri partai buruh, KSPSI AGN, KSPI, FSPMI, serikat petani indonesia serta serikat buruh lainnya belum pernah menerima draf revisi UU PPP tersebut.

"Apakah ini mau akal-akalan lagi atau memaksakan kehendak, kalau itu terjadi maka kami akan mulai judicial review ke MK terhadap Revisi UU PPP tersebut," ujarnya.

Aksi besok rencananya dimulai pukul 10.00 WIB. Aksi juga juga akan digelar serentak di puluhan kota industri lain seperti di Bandung, Semarang, Jepara, Surabaya, Makassar, aceh, medan, Banjarmasin, dan beberapa kota lainnya. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement