Ahad 06 Feb 2022 16:55 WIB

Komnas HAM Ungkap Pengakuan Baru Eks Penghuni Kerangkeng Bupati Langkat

Komnas HAM akan memeriksa Bupati Langkat pada Senin esok.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Teguh Firmansyah
Petugas kepolisian memeriksa ruang kerangkeng manusia yang berada di kediaman pribadi Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara.
Foto: ANTARA FOTO/Oman/Lmo/rwa.
Petugas kepolisian memeriksa ruang kerangkeng manusia yang berada di kediaman pribadi Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik. memahami adanya pengakuan bersifat positif dari para eks penghuni kerangkeng di kediaman Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Peranginangin (TRP). Namun ketika ditanya lebih jauh secara tertutup, Komnas HAM menemukan adanya pengakuan bahwa praktek kekerasan dilakukan secara sistematik.

"Praktik kekerasan itu sistematik mereka jelaskan, sampai ada yang kita temukan meninggal dunia, sementara ini kita baru menemukan 1, tapi kita punya ada beberapa lagi (dugaan) kasus," kata Taufan, Ahad (6/2/2022).

Baca Juga

Dalam sesi tertutup tersebut, Komnas HAM juga menemukan pengakuan yang tidak muncul di media dari para eks penghuni kerangkeng. Selain itu, ungkap Taufan, para korban juga menceritakan adanya eksploitasi manusia dengan mempekerjakan orang tanpa sistem.

"Adanya praktek kekerasan eksploitasi, mempekerjakan orang-orang tanpa sistem itu juga terjadi. Jadi mereka sebetulnya kalau kita bicara agak hati ke hati mereka menceritakan apa yang mereka alami. Itu yang kami melihat memang ini ada banyak masalah," ujarnya.

Komnas HAM juga tengah mendalami adanya dugaan ribuan orang yang menjadi korban kerangkeng tersebut. Untuk itu, Komnas HAM akan meminta keterangan kepada TRP pada Senin besok (7/2/2022).

"Mana yang benar makanya kita akan minta keterangan, mudah-mudahan nanti Senin ya kita akan memeriksa saudara TRP ini," ucapnya.

Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Edwin Partogi Pasaribu, mengaku tidak terlalu kaget mendengar sikap korban dan keluarganya yang seolah-olah merasa tidak jadi korban. Menurutnya hal tersebut lantaran TRP dinilai memiliki pengaruh cukup besar di daerah tersebut.

"Jadi kalau dalam pembacaan akademis itu ada istilahnya local strong man, jadi local strong man ini orang kaya kemudian memiliki kekuasaan, bukan hanya dia tapi juga keluarganya. Jadi dia punya kemampuan melakukan kontrol sosial," ungkapnya.

Edwin mengungkapkan, selain pernah menjadi Ketua DPRD Kabupaten Langkat, TRP juga berasal dari organisasi masyarakat yang cukup berpengaruh di daerah tersebut.  Situasi tersebut membuat para korban dan keluarganya tidak mudah untuk berterus terang tentang apa yang terjadi.  "Kecuali apabila polisi bisa memastikan bahwa proses hukum ini profesional, tegas, dan berintegritas. Karena mereka tahu TRP ini  mempunyai jaringan," tutur Edwin.

"Menurut kami seharusnya ditunjukkan oleh kepolisian untuk menujukan bahwa mereka tegak lurus dan penegakan hukum pada kasus kerangkeng manusia ini," imbuhnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement