Ahad 06 Feb 2022 17:02 WIB

Per 6 Februari, Negara Kantongi Rp 1,09 T dari Tax Amnesty II

Total nilai harta bersih para peserta sebesar Rp 10,23 triliun.

Rep: Novita Intan/ Red: Fuji Pratiwi
Logo Kementerian Keuangan. Pemerintah memperoleh pajak penghasilan (PPh) senilai Rp 1,09 triliun per Ahad (6/2/2022) dari pelaksanaan program pengungkapan sukarela (PPS) atau tax amnesty jilid II.
Foto: Facebook Kementerian Keuangan RI
Logo Kementerian Keuangan. Pemerintah memperoleh pajak penghasilan (PPh) senilai Rp 1,09 triliun per Ahad (6/2/2022) dari pelaksanaan program pengungkapan sukarela (PPS) atau tax amnesty jilid II.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memperoleh pajak penghasilan (PPh) senilai Rp 1,09 triliun per Ahad (6/2/2022) dari pelaksanaan program pengungkapan sukarela (PPS) atau tax amnesty jilid II.

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan terdapat 10.670 wajib pajak yang mendaftar program PPS. Terdapat 11.745 surat keterangan dari seluruh peserta setelah PPS pertama berlaku pada 1 Januari 2022.

Baca Juga

Total nilai harta bersih para peserta sebesar Rp 10,23 triliun. Jika dihitung, rata-rata harta yang dilaporkan setiap peserta itu berkisar Rp 830 juta, tetapi nilai harta tersebut tentu akan berbeda-beda dari setiap wajib pajak.

"Jumlah PPh dari peserta PPS per 6 Februari 2022 sebesar Rp 1,09 triliun," tulis dari laman resmi Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan, Ahad (6/2/2022).

Total aset peserta PPS yang deklarasi dari dalam negeri dan repatriasi yang dilakukan oleh wajib pajak sebesar Rp 8,82 triliun dan deklarasi luar negeri Rp 798 miliar. Dari total tersebut, harta sebesar Rp 617,14 miliar akan diinvestasikan ke instrumen surat berharga negara (SBN).

Kebijakan soal tax amnesty jilid II tertuang dalam Undang-Undang (UU) tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan PPS Wajib Pajak. Dalam aturan itu disebutkan bahwa setiap wajib pajak dapat mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan sepanjang direktur jenderal pajak belum menemukan data atau informasi mengenai harta yang dimaksud.

Harta bersih yang dimaksud tersebut adalah nilai harta dikurangi dengan nilai utang. Hal itu seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.

Harta yang dilaporkan merupakan aset yang diperoleh wajib pajak sejak 1 Januari 1985 sampai 31 Desember 2015. Nantinya, harta bersih itu akan dianggap sebagai tambahan penghasilan dan dikenakan PPh final.

PPh final akan dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak. Tarif itu terdiri dari enam persen atas harta bersih yang berada di dalam negeri dan diinvestasikan untuk kegiatan usaha sektor pengolahan SDA, EBT, dan SBN.

Lalu, delapan persen atas harta bersih yang berada di dalam negeri dan tidak diinvestasikan untuk sektor SDA, EBT, dan SBN. Selanjutnya, enam persen atas harta bersih yang berada di luar Indonesia dengan ketentuan bahwa akan dialihkan ke dalam wilayah Indonesia serta diinvestasikan untuk sektor SDA, EBT, dan SBN.

Setiap wajib pajak dapat mengungkapkan harta bersih melalui surat pemberitahuan pengungkapan harga. Surat itu diberikan kepada direktur jenderal pajak pada 1 Januari 2022 sampai 30 Juni 2022.

Selain itu, wajib pajak juga harus melampirkan beberapa dokumen, seperti bukti pembayaran PPh final, daftar rincian harta beserta informasi kepemilikan harta yang dilaporkan, daftar utang, pernyataan mengalihkan harta bersih ke Indonesia, pernyataan menginvestasikan harta bersih ke sektor usaha SDA, EBT, dan SBN. Setelah itu, direktur jenderal pajak akan menerbitkan surat keterangan terhadap penyampaian surat pemberitahuan atas pengungkapan harta oleh wajib pajak.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement