Senin 07 Feb 2022 11:22 WIB

Mengapa Jerman Dukung Ukraina Tapi Tolak Pasok Senjata Mematikan?

Jerman tolak pasok senjata, tingkatkan pasukan atau mengurai sanksi untuk Rusia

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
 Kanselir Jerman Olaf Scholz
Foto: AP/John Thys/Pool AFP
Kanselir Jerman Olaf Scholz

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Kanselir Jerman Olaf Scholz berangkat ke Amerika Serikat pada Ahad (6/2/2022). Kehadirannya untuk meyakinkan mendukung AS dan mitra NATO lainnya dalam menentang setiap agresi Rusia terhadap Ukraina.

Scholz telah mengatakan bahwa Moskow akan membayar harga tinggi jika terjadi serangan. Walau pemerintahnya menolak untuk memasok senjata mematikan ke Ukraina, meningkatkan kehadiran pasukan Jerman di Eropa Timur, atau menguraikan sanksi yang akan diberikan terhadap Rusia .

Baca Juga

Menjelang perjalanan ke Washington, Scholz membela posisi Berlin untuk tidak memasok Kiev dengan senjata mematikan. Dia bersikeras bahwa negaranya melakukan bagiannya dengan memberikan dukungan ekonomi yang signifikan ke Ukraina.

Sebelumnya, Jerman diolok Wali Kota Kiev Vitali Klitschko karena hanya mengirimkan 5 ribu helm untuk mengantisipasi invasi Rusia. Jerman tidak mempertimbangkan untuk mengirimkan "senjata mematikan" atas alasan sejarah.

Klitschko tidak terkesan dengan gestur Jerman. Apalagi Amerika Serikat dan Inggris sudah mengirimkan lebih banyak senjata ke Ukraina.

"Perilaku pemerintah Jerman membuat saya kehilangan kata-kata, kementerian pertahanan tampaknya tidak menyadari kami menghadapi pasukan Rusia yang dilengkapi peralatan sempurna yang dapat memulai invasi ke Ukraina kapan pun," kata Klitschko.

"Bantuan apa yang akan dikirimkan Jerman berikutnya, bantal?" katanya sambil bercanda akhir Januari lalu.

Sementara itu, ketika ditanya tentang masa depan pipa Nord Stream 2 yang berusaha membawa gas alam Rusia ke Jerman di bawah Laut Baltik, melewati Ukraina, Scholz menolak untuk membuat komitmen eksplisit. “Tidak ada yang dikesampingkan,” katanya kepada penyiar publik Jerman, ARD.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement