Senin 07 Feb 2022 12:09 WIB

Anggota DPR Minta Pendistribusian Pupuk Harus Berdasarkan Data Akurat

Ketidakakuratan data dinilai jadi penyebab pupuk subsidi langka.

 Anggota DPR Minta Pendistribusian Pupuk Harus Berdasarkan Data Akurat. Foto ilustrasi:   Petani mencabut bibit padi untuk tambal sulam di areal persawahan ranomeeto, Kecamatan Ranomeeto, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Jumat (20/8/2021). Memasuki musim tanam padi akhir tahun ini, petani di wilayah itu mengaku kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi jenis urea akibat terjadinya kelangkaan sejak sebulan lalu.
Foto: ANTARA /Jojon
Anggota DPR Minta Pendistribusian Pupuk Harus Berdasarkan Data Akurat. Foto ilustrasi: Petani mencabut bibit padi untuk tambal sulam di areal persawahan ranomeeto, Kecamatan Ranomeeto, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Jumat (20/8/2021). Memasuki musim tanam padi akhir tahun ini, petani di wilayah itu mengaku kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi jenis urea akibat terjadinya kelangkaan sejak sebulan lalu.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI Ono Surono mengaku tidak heran dengan terjadinya kelangkaan pupuk subsidi yang terjadi belakangan ini. Sebab, data tentang penyediaan dan pendistribusian pupuk subsidi sedari awal sudah bermasalah.

"Selama ini tata niaga pupuk memang kacau! Berawal dari elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK) yang jumlahnya bisa 2,5 kali lipat dari yang disiapkan oleh Pemerintah, sehingga pada akhirnya petani yang berhak tidak mendapatkan pupuk," kata Surono kepada wartawan di Jakarta, Senin (7/2/2022).

Baca Juga

Pernyataan Surono ini setidaknya mengacu pada RDKK 2020, di mana terdapat sekitar 13,9 juta petani yang mengusulkan pupuk. Jumlah yang mereka usulkan mencapai 26,2 juta ton. Namun, pemerintah hanya memenuhi kebutuhan mereka sebesar 8,9 juta ton. Kondisi ini kemudian membuat pendistribusian pupuk tidak berjalan efektif dan harga pupuk kemudian dikendalikan oleh mekanisme pasar.

Menurutnya, kondisi ini kemudian menyebabkan banyak data, terutama nama petani yang sudah terdapat dalam RDKK tidak mendapatkan pupuk. Hal ini selanjutnya berimbas pada masalah akurasi data dalam pendistribusian pupuk subsidi.

"Titik kelemahan sampai terjadi kelangkaan pupuk subsidi ini menurut saya berawal dari data. Kemudian oknum-oknum dari mulai agen sampai distributor yang akhirnya menyalurkan pupuk tidak berdasar pada data yang ada," jelasnya.

Oleh karenanya ia menegaskan bahwa solusi yang mesti diperbaiki oleh pemerintah adalah validitas data kebutuhan pupuk. Data tersebut harus valid, termasuk petani yang berhak menerimanya.

"Yang pertama, harus diperbaiki data kebutuhan pupuknya. Pemerintah harus konsisten untuk membuat data yang valid. Sehingga tidak ada lagi petani yang harusnya tidak mendapatkan secara aturan, tetapi prakteknya mereka mendapatkan atau sebaliknya, petani yg berhak tapi mereka tidak mendapatkan," ujarnya.

Kemudian, setelah data penerima benar-benar valid dan akurat, anggaran yang dipersiapkan pemerintah juga harus cukup dan sesuai dengan data yang diajukan. 

“Jadi menurut saya, yang kedua, setelah data itu benar, siapkan anggaran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pupuk itu; dan ketiga adalah pengawasan yang ketat kepada distrbutor dan agen atau kios,” tegasnya.

Dalam pengawasan pun, kata dia, tidak bisa dilakukan oleh satu instansi pemerintah saja. Pengawasan memerlukan satuan tugas khusus yang dibentuk secara bersama-sama dengan menggabungkan berbagai instansi terkait. Dengan pembentukan Satgas  ini, maka supply chain (rantai pasok) bisa bener-benar tepat sasaran.

“Pengawasan itu melibatkan Kementen, Dinas Propinsi, Dinas Kabupaten, Camat, Kepala Desa, Gapoktan dan APK. Buat saja semacam Satgas Pupuk atas Task Force Pupuk.”

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement