REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J Rachbini menyatakan, pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5 persen pada kuartal empat 2021 bukan karena pergerakan ekonomi di Tanah Air yang kuat. Melainkan didorong sumber daya alam.
"Tumbuh 5 persen ini dua kali dari negara maju. Nggak ada apa-apa sebenarnya, ekonomi nggak kuat, beberapa perusahaan tutup, mall-mall bangkrut, tapi kita dikasih rejeki sama Tuhan," ujarnya dalam diskusi daring, Senin (7/2/2022) malam.
Harga sejumlah komoditas, kata dia meroket. Mulai dari harga nikel, minyak sawit, bahkan batu baru yang naik hingga 168 persen. Hanya saja, sambungnya, harga yang meroket tersebut kemungkinan hanya setahun. Tahun depan harganya bisa kembali turun.
Maka, ia menilai pondasi tersebut tidak kuat. Dengan begitu, diperlukan basis industri yang kuat. "Nggak mungkin Indonesia mengandalkan sektor jasa seperti di Singapura. Perlu sektor yang dapat menyerap banyak tenaga kerja," tegasnya.
Didik menyatakan, kekayaan sumber daya alam sekarang harus diindustrialisasi supaya nilai tambahnya tinggi. Maka pertumbuhan ekonomi nasional bisa berkelanjutan.
"Kita punya masalah (yaitu) fokus ke infrastruktur tapi berlebihan sampai perusahaan terlilit utang. Ini harus seimbang, jadi APBN sekarang ekspansinya nggak mengukuti teori tapi ikuti bancaan politik, diekspansi semau-maunya," tutur Didik.