Selasa 08 Feb 2022 04:07 WIB

Peneliti: Produksi Biofuel Ganggu Kestabilan Pasokan Minyak Goreng

Produksi CPO di Indonesia menunjukkan kecenderungan penurunan sejak tahun 2019.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Biodiesel (ilustrasi)
Foto: olipresses.net
Biodiesel (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meningkatnya permintaan global akan bahan bakar nabati atau biofuel berbasis minyak sawit berpotensi mengurangi pasokan crude palm oil/CPO untuk produksi minyak goreng di Indonesia.

“Adanya peningkatan pangsa produksi CPO untuk bahan bakar nabati sebesar 24 persen dari tahun 2019 hingga 2020 diikuti dengan penurunan pangsa CPO yang diolah menjadi komoditas pangan seperti minyak goreng di Indonesia akan menyebabkan kelangkaan,” kata Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Nisrina Nafisah, dalam keterangan resminya diterima Republika.co.id, Senin (7/2/2022).

Baca Juga

Indonesia kini menerapkan kebijakan keharusan mencampurkan minyak diesel dengan 30 persen bahan berdasar minyak sawit (B30). Produksi CPO di Indonesia menunjukkan kecenderungan penurunan sejak tahun 2019. Produksi kembali turun di 2021 sebesar 0,9 persen menjadi 46,89 juta ton.

Data rinci tentang stok akhir CPO pada tahun 2021 belum tersedia untuk umum pada saat CIPS menuliskan pernyataan ini namun. Laporan Outlook 2022 Dewan Negara Penghasil Minyak Sawit (CPOPC)  menunjukkan stok akhir CPO di Indonesia tahun 2021 berada dibawah tingkat rata-rata 4 juta ton.

Data kebutuhan CPO untuk produksi biofuel dapat dilihat dari jumlah konsumsi CPO untuk biofuel. Antara 2019-2021, produksi CPO untuk biofuel meningkat dari 5,83 juta ton menjadi 7,38 juta ton. Jumlah tersebut diperkirakan meningkat pada 2022 seiring dengan meningkatnya konsumsi biodiesel yang diperkirakan GAPKI berjumlah 8,83 juta ton.

Minyak goreng di Indonesia umumnya dihasilkan dari minyak sawit mentah (CPO) yang harganya berkorelasi langsung dengan harga CPO internasional. Sepanjang 2021, harga CPO internasional naik  36,3 persen dibandingkan 2020 dan hingga Januari 2022, sudah mencapai Rp 15.000 per kilogram.

Tingginya  harga tersebut disebabkan, diantaranya, oleh kekurangan pasokan di tengah meningkatnya permintaan di banyak bagian dunia karena belum pulihnya ekonomi akibat gelombang kedua Covid-19.

Di Indonesia,  Kementerian Perdagangan mengatakan kelangkaan pasokan disebabkan oleh penurunan produktivitas perkebunan sawit milik BUMN, swasta, dan petani kecil di kedua negara produsen utama minyak sawit dunia, Indonesia dan Malaysia, yang setidaknya menyumbankan 85 persen dari pasokan global.

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi sempat mengatakan bahwa akses kepada pupuk yang terjangkau dan distribusi pupuk bersubsidi menjadi kunci dalam pemenuhan permintaan minyak sawit dunia yang diprediksi akan meningkat sebesar 6,5 persen pada tahun 2022. Permintaan minyak sawit yang diolah menjadi minyak goreng untuk konsumsi rumah tangga juga diperkirakan meningkat.

Penelitian CIPS mengusulkan pemerintah untuk fokus kepada kebijakan terkait input pertanian, terutama pupuk bersubsidi, dengan memperbaiki mekanisme penebusan melalui Kartu Tani, dengan target penerapan secara nasional pada tahun 2024, untuk meningkatkan produktivitas kelapa sawit.

Baca juga : Pemkab Berito Timur Sosialisasikan HET Minyak Goreng

Adopsi Kartu Tani oleh petani berjalan sangat lambat. Pada 2020,  baru 6,20 juta kartu yang sudah dibagikan padahal jumlah petani yang seharusnya menerima kartu ini di e-RDKK ada sebanyak 13,90 juta. Kartu yang sudah digunakan pun baru mencapai 1,20 juta saja.

Sementara untuk jangka panjang, pemerintah perlu merancang mekanisme evaluasi pemberian subsidi, menetapkan indikator “kelulusan” seorang petani atau suatu wilayah penerima subsidi, serta menargetkan batas waktu pencabutan subsidi.

“Namun, hal ini mensyaratkan data pertanian yang akurat yang selalu diperbarui untuk memonitor pendapatan dan harga-harga di tingkat petani. Tidak kalah penting, kebijakan di sisi suplai turut diperlukan untuk meningkatkan kompetisi antar produsen pupuk dan memastikan harga pupuk yang terjangkau berdasarkan mekanisme pasar,” kata dia.

Baca juga : Harga Minyak Dunia Turun dari Posisi Tertinggi 7 Tahun Terakhir

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement