REPUBLIKA.CO.ID, MIAMI -- Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden tahun lalu diam-diam menempatkan mantan Presiden Honduras Juan Orlando Hernandez dalam daftar rahasia pejabat yang dicurigai melakukan korupsi atau merusak demokrasi di Amerika Tengah. Daftar tersebut diberikan kepada Kongres AS pada musim panas lalu.
Lebih dari 50 anggota parlemen aktif, politisi top, dan mantan pejabat di El Salvador, Guatemala dan Honduras yang disebut negara “Segitiga Utara” masuk dalam daftar korupsi AS. Individu dalam daftar tersebut tidak bisa mendapatkan visa dan dilarang masuk ke AS.
“Komitmen Amerika Serikat untuk memerangi korupsi dan mempromosikan demokrasi, supremasi hukum, dan akuntabilitas dalam mendukung rakyat Amerika Tengah sangat kuat,” kata Departemen Luar Negeri dalam sebuah pernyataan.
Departemen Luar Negeri mengutip beberapa laporan media bahwa, Hernandez telah terlibat dalam tindakan korupsi yang signifikan dengan mengambil pembayaran dari pengedar narkoba. Dengan mundurnya Hernandez bulan lalu, Departemen Luar Negeri AS menganggap tidak perlu lagi menjaga kerahasiaan tindak korupsinya. Sementara pengganti Hernandes, Xiomara Castro, berusaha untuk meningkatkan hubungan dengan AS.
Ketua Komite Hubungan Luar Negeri Senat, Bob Menendez meminta pemerintahan Biden untuk menetapkan Hernandez sebagai penyelundup narkotika asing di bawah Undang-Undang Penunjukan Gembong Narkotika Asing. Status ini akan membuat Hernandez tidak dapat menjalin hubungan bisnis serta komunikasi dengan perusahaan dan individu AS.
Anggota parlemen dari Partai Demokrat Norma Torres mengirim surat kepada Jaksa Agung Merrick Garland. Torres yang merupakan kepala kaukus Amerika Tengah di Kongres, menyerukan Departemen Kehakiman AS untuk mendakwa Hernandez.
"Hernandez telah menjadi tokoh sentral dalam merusak supremasi hukum di negaranya sendiri, serta melindungi dan membantu pengedar narkoba untuk memindahkan materi mereka melalui Honduras dan ke Amerika Serikat," kata Torres.
Torres mengatakan, Hernandez telah berulang kali diidentifikasi sebagai konspirator dalam kasus perdagangan narkoba lainnya. Tindakan Hernandez telah melukai rakyat Honduras dan Amerika Serikat.
"Saya percaya penting bahwa Amerika Serikat meminta pertanggungjawaban atas perilaku kriminalnya," ujar Torres.
Dalam sebuah pernyataan pada Senin (7/2), Hernandez mengungkap catatannya untuk mengejar kartel narkoba, yang mendapat dukungan dari Drug Enforcement Administration di antara badan-badan federal lainnya. Dia mempertanyakan mengapa penetapan dia sebagai pendukung narkoba didasarkan pada laporan media.
Hernandez mengutip laporan pemerintah AS yang menunjukkan bahwa aliran narkoba melalui Honduras turun tajam sejak dia mengambil alih kekuasaan. Kemudian di pemerintahannya, sebanyak 59 pengedar narkoba telah diekstradisi atau diserahkan kepada pihak berwenang AS.
“Para penyelundup narkoba dan pembunuh mengaku pernah mendominasi negara ini, tetapi sejak kedatangan saya ke kongres pada 2010 dan kemudian sebagai presiden sejak 2014, pemerintah saya mengambil keputusan dan melakukan tindakan untuk mengurangi aliran narkoba yang mencapai AS,” kata Hernandez.