REPUBLIKA.CO.ID, LONDON - Amerika Serikat (AS) menghadapi ancaman yang meningkat dari kelompok-kelompok ekstremis di dalam dan luar negeri, yang dipertegas oleh krisis penyanderaan bulan lalu di sebuah sinagoge di Texas. AS juga menghadapi ancaman bom di di banyak perguruan tinggi dan universitas historis kulit hitam, kata sebuah badan pemerintah AS, Senin (7/2/2022).
Peringatan itu muncul setelah beberapa sekolah di seluruh AS membatalkan kelas dan mengeluarkan perintah berlindung di tempat minggu lalu. Para penyelidik akhirnya gagal menemukan benda berdaya ledak. "Ancaman-ancaman yang ditujukan pada Sekolah Tinggi dan Universitas Historis Kulit Hitam (HBCU) dan perguruan tinggi dan universitas lain, fasilitas Yahudi, dan gereja menimbulkan kekhawatiran dan dapat mengilhami aktor-aktor ancaman ekstremis untuk memobilisasi kekerasan," kata Departemen Keamanan Dalam Negeri dalam sebuah buletin.
Bulan lalu, pria bersenjata kelahiran Inggris Malik Faisal Akram menyandera empat orang di Congregation Beth Israel di Colleyville, Texas, termasuk rabinya, Charlie Cytron-Walker. Dia mengacungkan pistol dan menyandera mereka selama 10 jam. Kebuntuan insiden itu berakhir dengan tembakan, dengan keempat sandera dibebaskan tanpa cedera dan tersangka tewas.
"Para pendukung organisasi teroris asing telah mendorong serangan tiruan setelah serangan 15 Januari 2022 di sebuah sinagoge di Colleyville, Texas," tambah badan federal itu.
Komunitas intelijen AS beberapa bulan lalu telah memperingatkan tentang ancaman yang bermotivasi rasial ekstremis kekerasan, seperti supremasi kulit putih, akan berusaha untuk melakukan serangan korban massal terhadap warga sipil. AS masih berada di bawah ancaman yang meningkat, kata departemen itu pada Senin.
"Teroris asing tetap berniat mengincar Amerika Serikat dan orang-orang AS, dan mungkin berusaha memanfaatkan lingkungan keamanan yang berubah semakin kompleks di luar negeri untuk merencanakan serangan," jelasnya.
Badan itu juga memperingatkan bahwa ISIS atau afiliasinya dapat mengeluarkan seruan publik untuk pembalasan karena serangan pasukan khusus AS di Suriah pekan lalu yang menyebabkan tewasnya pemimpin kelompok tersebut, Abu Ibrahim al-Hashimi al-Quraishi.