REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Komisi D DPRD Kabupaten Semarang mengkritisi kebijakan layanan pendidikan yang diambil Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Semarang, menyusul ditemukannya sejumlah kasus positif Covid-19 di beberapa sekolah. Komisi yang membidangi masalah pendidikan ini menilai, keputusan tetap melanjutkan pembelajaran tatap muka (PTM) meski 50 persen dikhawatirkan bakal kurang efektif untuk mencegah penularan Covid-19 di lingkungan belajar.
Sekretaris Komisi D DPRD Kabupaten Semarang, Drs Joko Sriyono yang dikonfirmasi mengungkapkan, sesuai dengan kebijakan Pemkab Semarang, kalau ditemukan ada yang positif (apakah guru atau siswa) mestinya sekolah harus ‘diliburkan’ terlebih dahulu.
“Artinya proses PTM di sekolah sementara dialihkan ke pembelajaran jarak jauh (PJJ) secara daring dan siswa mengikuti kegiatan belajar dari rumah,” katanya di Ungaran, Kabupaten Semarang, Selasa (8/2/2022).
Selama kegiatan PTM dihentikan, lanjutnya, lingkungan sekolah juga harus disetrilkan dengan disinfektan dan harus dilakukan langkah-langkah tracking dan skrinng terhadap semua siswa di sekolah yang bersangkutan. Menurut Joko, penghentian PTM tersebut minimal lima hari dan layanan pendidikan dilaksanakan dengan pembelajaran jarak jauh (PJJ) secara daring.
Setelah itu kegiatan PTM di sekolah dilaksanakan kembali (masuk) dengan pembatasan peserta didik hanya 50 persen. Prosedur itu, lanjutnya, jauh akan lebih efektif untuk menekan penularan Covid-19 di lingkungan belajar.
Selain itu upaya tracking dan tracingnya juga harus dipastikan berjalan dengan optimal sebagai langkah antisipasi dini apakah telah terjadi penyebaran di lingkungan sekolah tersebut. “Kalau kebijakan pendidikannya hanya pelaksanaan PTM 50 persen, saya khawatir tidak akan optimal, dalam rangka mengendalikan penyebaran kasus Covid-19 di lingkungan sekolah,” ungkap legislator PAN Kabupaten Semarang ini.
Ia mencontohkan di salah satu SMA di Ungaran pekan lalu juga ditemukan siswa yang positif terkonfirmasi Covid-19. Lagkah yang dilakukan pihak sekolah menghentikan kegiatan PTM di sekolah selama sepekan.
Kelas siswa yang bersangkutan juga diliburkan dan harus melaksanakan PJJ dari rumah. Selain itu keluarganya harus di-tracking semua, tak terkecuali seluruh siswa dalam rombongan belajar tersebut juga diskrining.
Maka, ia menyarankan agar jangan hanya satu kelas yang diliburkan atau dihentikan PTM-nya, tetapi minimal dua kelas di sampingnya juga harus ikut diliburkan untuk dilakukan penanganan semestinya. Joko juga menginginkan, ke depan semua juga harus mengikuti 50 persen. Karena di balik lonjakan kasus Covid-19 di Kabupaten Semarang ini telah diketahui beberapa klaster penularan. Antara lain di perusahaan-perusahaan bahkan juga di sekolah.
“Kebetulan di Kabupaten Semarang kasus Covid-19 yang muncul di lingkungan sekolah banyak ditemukan di Kecamatan Bandungan. Kemudian kecamatan Jambu dan Kecamatan Ungaran Barat pada pecan kemarin,” lanjutnya.