Selasa 08 Feb 2022 15:29 WIB

China Serukan NATO Tinggalkan Mentalitas Perang Dingin

China dorong NATO lakukan upaya untuk tingkatkan kepercayaan bersama antarnegara.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
 Tentara Ukraina berlatih menggunakan rudal M141 Bunker Defeat Munition (SMAW-D) AS di tempat latihan militer Yavoriv, ??dekat Lviv, Ukraina barat, Jumat, 4 Februari 2022. Pemerintah China menolak ekspansi Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Foto: AP/Pavlo Palamarchuk
Tentara Ukraina berlatih menggunakan rudal M141 Bunker Defeat Munition (SMAW-D) AS di tempat latihan militer Yavoriv, ??dekat Lviv, Ukraina barat, Jumat, 4 Februari 2022. Pemerintah China menolak ekspansi Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Pemerintah China menolak ekspansi Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Beijing pun menyerukan aliansi pertahanan itu untuk meninggalkan mentalitas Perang Dingin.

“30 tahun setelah berakhirnya Perang Dingin, NATO terus memperluas cakupan geografis dan jangkauan operasinya serta terlibat dalam blok politik dan konfrontasi. Ini tidak kondusif untuk keamanan dan stabilitas global,” kata Misi China untuk Uni Eropa dalam sebuah pernyataan, Selasa (8/2/2022), dikutip laman Asian News International.

Baca Juga

China meyakini, keamanan regional seharusnya tidak dijamin dengan memperkuat atau memperluas blok militer. “Kami menyerukan NATO untuk meninggalkan mentalitas Perang Dingin dan bias ideologi, menghormati kedaulatan, keamanan, kepentingan serta keberagaman peradaban, sejarah, dan kebudayaan negara lain. Ambil pandangan yang objektif dan tidak memihak dari pembangunan perdamaian negara lain,” kata Misi China untuk Uni Eropa.

Beijing pun mendorong NATO melakukan upaya untuk meningkatkan kepercayaan bersama antarnegara-negara serta menjaga perdamaian dan stabilitas regional. Pernyataan Misi China untuk Uni Eropa itu dirilis saat ketegangan masih membekap perbatasan Rusia-Ukraina.

NATO, termasuk di dalamnya Amerika Serikat (AS), meyakini Rusia memiliki intensi untuk menyerang Ukraina. Mereka sempat menyampaikan bahwa Moskow telah mengerahkan lebih dari 100 ribu tentaranya ke wilayah perbatasan. Pekan lalu, AS mengumumkan pengerahan 3.000 tentaranya ke Eropa Timur. Langkah itu disambut NATO. Baik NATO dan AS sudah menyatakan dukungannya untuk Kiev.

Sementara itu, Rusia telah membantah tudingan yang menyebutnya hendak melancarkan agresi ke Ukraina. Presiden Rusia Vladimir Putin mengungkapkan, NATO dan AS telah mengabaikan tuntutan Moskow tentang jaminan keamanan.

"Izinkan saya mencatat bahwa kami menganalisis dengan cermat tanggapan tertulis yang diterima dari AS dan NATO pada 26 Januari. Namun, sudah jelas, dan saya memberi tahu Perdana Menteri tentang hal itu, bahwa kekhawatiran mendasar Rusia diabaikan," kata Putin dalam konferensi pers bersama Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban pada 1 Februari lalu, dikutip laman kantor berita Rusia, TASS.

Putin mengungkapkan, tidak ada tanggapan yang memadai atas tiga tuntutan utama Rusia. Tuntutan tersebut adalah tentang mencegah ekspansi NATO, non-penempatan senjata serang dekat perbatasan Rusia, dan mengembalikan infrastruktur militer NATO di Eropa ke posisi yang ada pada 1997. Pada tahun tersebut Russia-NATO Founding Act ditandatangani.

"Pada saat yang sama, mengabaikan kekhawatiran kami, AS dan NATO umumnya mengacu pada hak negara untuk secara bebas memilih cara untuk memastikan keamanan mereka. Tapi ini bukan hanya tentang memberi seseorang hak untuk bebas memilih bagaimana memastikan keamanan mereka,” ujar Putin.

Menurutnya, hal itu merupakan satu bagian dari prinsip keamanan yang tidak dapat dibagi-bagi. "Bagian kedua yang tidak dapat dicabut mengatakan bahwa tidak seorang pun boleh memperkuat keamanan mereka dengan mengorbankan keamanan negara-negara lain," ucap Putin. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement