REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Keberadaan kerangkeng manusia di rumah pribadi Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin menjadi sorotan publik. Kerangkeng tersebut berkedok rehabilitasi yang juga melibatkan kekerasan dan perbudakan. Guru Besar Sosiologi Universitas Airlangga (Unair) Bagong Suyanto menilai kerangkeng manusia adalah bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
"Kalau dalihnya untuk rehabilitasi, jangan diperlakukan sebagai terdakwa yang dihukum, tetapi harus diperlakukan sebagai korban," ujarnya, Selasa (8/2/2022).
Bagong mengatakan, rehabilitasi sosial narkoba bertujuan untuk memulihkan manusia dari dampak buruk penyalahgunaan baik secara mental maupun sosial. Ia juga berpendapat korban rehabilitasi sosial narkoba semestinya dilakukan oleh ahlinya bukan tergantung jabatannya.
"Fakta bahwa ada kerangkeng manusia itu jelas salah, karena bukan wewenang bupati. Kalau dilakukan bukan oleh ahlinya, secara sosiologi itu hal yang menyimpang," kata Bagong.
Bagong menegaskan, setiap tindakan atau perilaku yang bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku dianggap sebagai bentuk penyimpangan. Ia menyatakan, kondisi dikerangkeng dengan fasilitas apapun tetap tidak manusiawi. Itu melanggar kebebasan, kecuali divonis pengadilan bersalah.
Selain kerangkeng manusia, aparat penegak hukum juga menemukan adanya dugaan perbudakan yang dilakukan oleh Bupati Langkat kepada korban untuk menggarap kebun sawit miliknya. Korban juga diketahui sering mengalami penyiksaan hingga berdarah dan lebam di tubuh mereka.
Meskipun ada korban yang mengaku dikerangkeng itu mendapat izin dari keluarga, Bagong menganggapnya salah. Ia mengatakan, izin tersebut bisa saja diberikan karena keluarganya tersubordinasi dengan kekuasaan dan tidak berani untuk menguak isu tersebut.
"Kegiatan kerangkeng semacam ini bisa berdampak sosial bagi korban, yakni munculnya trauma dan stigma," ujar Bagong.