REPUBLIKA.CO.ID, KYIV -- Presiden Prancis Emmanuel Macron bertolak ke Kyiv, Ukraina pada Selasa (8/2/2022) pagi waktu setempat usai melakukan pembicaraan di Moskow dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Perjalanan Macron sebagai bagian dari upaya meredakan ketegangan antara Rusia dan Ukraina.
Sebelum penerbangannya ke Kyiv, di Moskow Macron mengatakan, bahwa waktu yang akan datang akan menentukan. Oleh karenanya diskusi intensif yang akan dikejar bersama sangat dibutuhkan. Putin mengisyaratkan kemajuan yang dibuat selama pertemuannya dengan Macron.
Putin mengatakan, beberapa proposal Macron dapat menjadi dasar langkah bersama untuk maju lebih jauh lagi. Meski menurutnya hal ini masih terlalu dini untuk dibicarakan.
Sebuah sumber di Istana Elysee mengatakan Rusia telah membuat komitmen tidak mengambil inisiatif militer baru untuk memungkinkan potensi de-eskalasi. Pembicaraan lebih lanjut kemudian dapat dilakukan pada poin-poin penting termasuk unit militer Rusia dan isu-isu strategis. Namun, Kremlin mengatakan bahwa pernyataan seperti itu tidak benar.
Putin dan Macron akan kembali berbicara melalui telepon setelah Macron bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. "Setelah itu, Rusia kemudian akan menentukan langkah lebih lanjut kita sendiri," kata Putin dilansir BBC, Selasa.
Sementara itu secara terpisah, Presiden Joe Biden bertemu dengan Kanselir Jerman Olaf Scholz di Washington pada Senin. Dalam pertemuannya, Biden mengancam akan menutup pipa gas utama Rusia ke Jerman jika Moskow menginvasi Ukraina.
Para pejabat AS percaya Rusia telah mengumpulkan 70 persen dari kekuatan militer yang dibutuhkan untuk invasi skala penuh. Negara-negara Barat telah menolak sejumlah tuntutan Moskow, termasuk bahwa aliansi pertahanan NATO mengesampingkan Ukraina menjadi anggota, dan bahwa akan mengurangi kehadiran militernya di Eropa timur.
Mereka justru menyarankan bidang negosiasi lain, seperti pembicaraan tentang pengurangan persenjataan nuklir. Selama konferensi pers di Moskow, Putin mengulangi peringatan sebelumnya bahwa jika Ukraina bergabung dengan aliansi militer Barat NATO dan berusaha untuk mengambil kembali Krimea, Eropa dapat tersedot ke dalam konflik besar.
"Apakah Anda ingin Prancis bertarung dengan Rusia?" tanyanya kepada wartawan Prancis. "Itulah yang akan terjadi. Dan tidak akan ada pemenang."