Selasa 08 Feb 2022 18:25 WIB

Penolakan Terhadap Pemindahan IKN yang Terus Bergulir

Sebanyak 45 tokoh galang petisi menilai pemindahan IKN tidak tepat di masa pandemi.

Red: Indira Rezkisari
Suasana kawasan yang akan menjadi Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Ahad (6/2/2022). Dalam Pasal 6 UU IKN telah diatur mengenai cakupan wilayah IKN yang meliputi daratan seluas 256.142 hektare serta wilayah perairan laut dengan luas 68.189 hektare dan luas wilayah darat IKN Nusantara dari 56.180 hektare kawasan IKN Nusantara dan 199.962 kawasan pengembangan.
Foto: ANTARA/Bayu Pratama S
Suasana kawasan yang akan menjadi Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Ahad (6/2/2022). Dalam Pasal 6 UU IKN telah diatur mengenai cakupan wilayah IKN yang meliputi daratan seluas 256.142 hektare serta wilayah perairan laut dengan luas 68.189 hektare dan luas wilayah darat IKN Nusantara dari 56.180 hektare kawasan IKN Nusantara dan 199.962 kawasan pengembangan.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrianto Adi Saputro, Nawir Arsyad Akbar, Antara

Penolakan terhadap rencana pemerintah memindahkan ibu kota negara ke Kalimantan terus bermunculan. Kali ini penolakan tersebut muncul lewat petisi berjudul 'Pak Presiden, 2022-2024 Bukan Waktunya Memindahkan Ibu Kota Negara'.

Baca Juga

Petisi tersebut diinisiasi oleh sebanyak 45 tokoh dan digalang melalui situs Change.org. Dalam keterangannya para inisiator menilai pemindahan ibu kota tersebut tidak tepat di tengah situasi pandemi.

"Apalagi kondisi rakyat dalam keadaan sulit secara ekonomi sehingga tak ada urgensi bagi pemerintah memindahkan ibu kota negara. Terlebih, saat ini pemerintah harus fokus menangani varian baru Omicron yang membutuhkan dana besar dari APBN dan PEN," bunyi keterangan petisi tersebut, dikutip Selasa (8/2/2022).

Selain itu para inisiator juga mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan dengan baik rencana pemindahan ibu kota negara. Sebab saat ini Indonesia memiliki utang luar negeri yang besar, defisit APBN besar di atas 3 persen dan pendapatan negara yang turun.

"Adalah sangat bijak bila Presiden tidak memaksakan keuangan negara untuk membiayai proyek tersebut. Sementara infrastruktur dasar lainnya di beberapa daerah masih buruk, sekolah rusak terlantar dan beberapa jembatan desa terabaikan tidak terpelihara," bunyi petisi tersebut.

Selain itu para inisiator juga menganggap proyek pemindahan dan pembangunan ibu kota negara baru tidak akan memberi manfaat bagi rakyat secara keseluruhan. Bahkan cenderung hanya menguntungkan segelintir orang saja. Karena itu, mereka menganggap pemindahan ibu kota negara merupakan bentuk kebijakan yang tidak berpihak secara publik secara luas melainkan hanya kepada penyelenggara proyek pembangunan tersebut.

Selain itu penyusunan naskah akademik tentang pembangunan Ibu Kota Negara Baru juga dinilai tidak disusun secara komprehensif dan partisipatif terutama dampak lingkungan dan daya dukung pembiayaan serta keadaan geologi dan situasi geostrategis di tengah pandemi. Sedangkan lokasi yang dipilih berpotensi menghapus pertanggungjawaban kerusakan yang disebabkan para pengelola tambang batubara.

"Tercatat ada sebanyak 73.584 hektare konsesi tambang batu bara di wilayah IKN yang harus dipertanggungjawabkan. Pertanyaan besar publik adalah benarkah kepentingan pemindahan ibukota baru adalah untuk kepentingan publik," tulis petisi tersebut.

"Kami memandang saat ini bukanlah waktu yang tepat memindahkan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Penajam Pasir Utara Kalimantan Timur. Kami mengajak segenap anak bangsa yang peduli akan masa depan Bangsa dan Kedaulatan Bangsa untuk menandatangani di change.org," bunyi akhir petisi itu.

Hingga berita ini ditulis tercatat sudah hampir 18 ribu yang menandatangani petisi tersebut. Adapun sejumah inisiator petisi tersebut antara lain mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),  Busyro Muqodas, pakar ekonomi Faisal Basri, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin, hingga Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra

Sebelumnya pada Rabu (2/2/2022), kelompok bernama Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN) yang diketuai oleh mantan penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua menggugat Undang-Undang Ibu Kota Negara (IKN) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Selain Abdullah, nama-nama lain yang tergabung dalam kelompok tersebut adalah Marwan Batubara, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhyiddin Junaidi, Letjen TNI (Purn) Yayat Sudrajat, Agung Mozin, dan Neno Warisman.

Gugatan didaftarkan ke MK pada Rabu (2/2/2022). Para pemohon menilai pembahasan UU IKN tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP).

Abdullah sebagai pemohon I melihat adanya kerugian konstitusional apabila diberlakukannya UU IKN. Dalam salinan surat permohonan yang diterima disampaikan bahwa ia memahami celah-celah terjadinya praktik korupsi di Indonesia, yang salah satunya adalah melalui pembangunan fisik yang dananya berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

"Dana yang diperlukan untuk pembangunan ibu kota baru adalah sebesar kurang lebih Rp 501 triliun. Dengan dana yang begitu besar akan membuka peluang untuk terjadinya korupsi," tulis pemohon I.

Sementara itu, Marwan yang merupakan mantan anggota DPD sebagai pemohon II menilai bahwa pembahasan RUU IKN dilakukan secara tergesa-gesa dan hanya memakan waktu selama 42 hari hingga pengesahannya. Waktu tersebut merupakan durasi yang tidak memungkinkan untuk pembentukan suatu undang-undang.

"Apalagi jika melihat tahapan proses pembentukan suatu undang-undang yang memerlukan 5 (lima) tahap, yaitu perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan pengundangan. Pemohon II merasa bahwa proses pembentukan UU IKN telah mencederai konstitusi."

45 tokoh inisiator petisi penolakan pemindahan IKN:

1. Sri Edi Swasono

2. Azyumardi Azra

3. Din Syamsuddin

4. Anwar Hafid

5. Nurhayati Djamas

6. Daniel Mohammad Rasyied

7. Mayjen (Purn) Deddy Budiman

8. Busyro Muqodas

9. Faisal Basri

10. Didin S. Damanhuri

11. Widi Agus Pratikto

12. Rochmat Wahab

13. Jilal Mardhani

14. Dr. Muhamad Said Didu

15. Anthony Budiawan

16. Carunia Mulya Firdausy

17. Mas Ahmad Daniri

18. TB. Massa Djafar

19. Abdurahman Syebubakar

20. Prijanto Soemantri

21. Syaiful Bakhry

22. Zaenal Arifin Hosein

23. Ahmad Yani

24. Umar Husin

25. Ibnu Sina Chandra Negara

26. Merdiansa Paputungan

27. Nur Ansyari

28. Ade Junjungan Said

29. Gatot Aprianto

30. Fadhil Hasan

31. Abdul Malik

32. Achmad Nur Hidayat

33. Sabriati Aziz

34. Moch. Najib YN

35. Muhamad Hilmi

36. Engkur

37. Marfuah Musthofa

38. Masri Sitanggang

39. Mohamad Noer

40. Sritomo W Soebroto

41. M. Hatta Taliwang

42. Mas Roro Lilik Ekowanti

43. Reza Indragiri Amriel

44. Mufidah Said

45. Ramli Kamidin

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement