Awal bulan Februari lalu, seorang pendaki ditemukan meninggal akibat hiportermia di gunung Malabar, Bandung. Pada Agustus 2021, dua pendaki juga ditemukan meninggal di gunung Bawakaraeng. Ya, hiportemia merupakan 'musuh' utama dalam pendakian gunung. Bisa dibilang sebagai 'pembunuh' tak kasat mata. Sebab, banyak pendaki tidak sadar kalau mereka sedang mengalami hipotermia.
Hipotermia terjadi saat suhu tubuh kita di bawah 35 derajat celcius. Temperatur yang turun drastis ini membuat sistem saraf dan fungsi organ lain di tubuh terganggu. Ini penyebab seorang pendaki mengalami hiportermia :
Kelelahan
Kelelahan menjadi penyebab awal seseorang bisa terkena hiportermia. Kondisi fisik yang lemah membuat tubuh kita kesulitan untuk mengatasi hawa dingin. Biasanya, kurang tidur juga bisa membuat tubuh kita kurang fit saat mendaki, sehingga mudah lelah. Karena itu, olahraga sebelum mendaki menjadi faktor pendukung yang penting untuk bisa menikmati pendakian.
Kurang makan
Biasanya, pendaki yang kelelahan akan malas untuk makan. Mereka biasanya akan langsung tidur saat sampai di tempat berkemah atau tenda. Kondisi inilah yang kerap diabaikan oleh pendaki. Tidur dalam kondisi perut kosong dan kelelahan akan membuat tubuh kita tidak bisa menahan suhu dingin di gunung.
Cuaca ekstrem
Penyebab utama seseorang yang mengalami hipotermia tentu saja cuaca ekstrem. Cuaca yang ekstrem ini membuat suhu menjadi sangat rendah, bahkan di beberapa gunung suhunya bisa di bawah 0 derajat. Cuaca ekstrem juga biasanya ditandai dengan hujan yang intensitasnya tinggi.
Jika mendaki dalam kondisi hujan deras, tentu rasa lelahnya akan dua kali lipat. Karena badan akan terasa dingin dan angin kencang. Kedidingan dan kelelahan inilah yang kerap bikin pendaki mengalami hipotermia. Tapi suhu yang ekstrem ini bisa diatasi dengan kondisi fisik yang fit, perut yang terisi dan pakaian yang hangat, hingga jas hujan.