Selasa 08 Feb 2022 21:59 WIB

Disperindag Sumut Akui Minyak Goreng Masih Langka

Harga minyak goreng belum merata di Sumut dan sesuai arahan Kementerian Perdagangan.

Rep: ANTARA/ Red: Fuji Pratiwi
Seorang pedagang mengemasi minyak goreng curah di pasar (ilustrasi). Disperindag Sumatra Utara mengakui minyak goreng masih langka di pasar.
Foto: Antara/Aloysius Jarot Nugroho
Seorang pedagang mengemasi minyak goreng curah di pasar (ilustrasi). Disperindag Sumatra Utara mengakui minyak goreng masih langka di pasar.

REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Sumatra Utara mengakui sampai Selasa (8/2/2022), minyak goreng masih langka di pasaran.

Hal ini terjadi setelah keluarnya peraturan Menteri Perdagangan nomor 07 tahun 2022 dengan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng Rp 14.000 per liter.

Baca Juga

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumut, Aspan Sofyan di Medan, Selasa (8/2/2022), mengatakan, ketersediaan minyak goreng di pasar tradisional dan modern belum dapat terpenuhi. Sehingga dia mendorong produsen untuk mendistribusikan kepada masyarakat.

"Kondisi harga minyak goreng belum merata di Sumut dan sesuai arahan dari Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan," kata Aspan.

Menurut dia, langka nya minyak goreng ini tidak terlepas akibat tingginya harga CPO di pasar internasional. Namun, untuk mengantisipasi terjadinya kepanikan masyarakat, Disperindag Sumut sudah melakukan koordinasi dengan produsen utama minyak goreng di Sumut. Bahkan, kata Aspan, untuk menghindari adanya penimbunan dari pihak-pihak tertentu, Disperindag juga sudah berkoordinasi dengan Polda Sumut.

Upaya lain untuk mengatasi kelangkaan pihaknya melakukan pasar murah di 11 kabupaten/kota dengan menggelontorkan 400.000 liter minyak goreng.Namun begitu, harga di pasaran tetap tinggi, sehingga pada pada Januari 2022 Kemendag mengeluarkan keputusan harga HET Rp 14.000. Yaitu mengatur harga minyak goreng itu satu harga Rp 14.000 tidak melihat kemasan sederhana dan premium di bandrol Rp 14.000.

Saat disinggung soal kelangkaan ini karena adanya penimbunan yang dilakukan oknum-oknum tertentu, ia mengaku, salah satu faktor kelangkaan ini karena terjadi kepanikan di masyarakat sehingga membeli tidak lagi berdasarkan kebutuhan. "Karena masyarakat dengan pengalaman yang lalu-lalu, mereka membeli tidak lagi kebutuhan sehingga gerai-gerai modern ini barangnya kosong," kata dia.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement