REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan lembaga kemanusiaan lain mengatakan inisiatif global untuk membantu negara miskin mendapatkan akses ke alat tes, obat dan vaksin Covid-19 hanya menerima 5 persen dari total target donasi tahun ini.
Access to Covid-19 Tools (ACT) Accelerator menganggarkan 23,4 miliar dolar AS untuk menjalankan programnya dari Oktober 2021 sampai September 2022. Harapannya 16,8 miliar dolar berasal dari sumbangan negara-negara kaya.
Namun pejabat (ACT) Accelerator mengatakan inisiatif itu hanya menerima 814 juta dolar. Selain WHO proyek itu juga didukung berbagai organisasi lainnya seperti Coalition for Epidemic Preparedness Innovations, The Global Fund, dan Bill & Melinda Gates Foundation.
"Hanya 5 persen, sangat kecil dari apa yang kami butuhkan, sudah waktunya untuk membangkitkan kesadaran dunia," kata mantan perdana menteri Inggris dan duta besar WHO untuk pembiayaan kesehatan dunia, Gordon Brown, Selasa (8/2/2022) kemarin.
Pada Rabu (9/2/2022) sejumlah pemimpin dunia akan mengungkapkan dukungan secara terbuka untuk pembiayaan lebih banyak lagi. Mereka akan mendesak investasi untuk mengakhiri tahap kedaruratan pandemi Covid-19 tahun ini.
ACT-Accelerator mencakup inisiatif COVAX yang fokus menyalurkan akses vaksin dengna adil. Inisiatif ini juga menyediakan alat tes dan pengobatan Covid-19 untuk negara-negara pendapatan rendah dan menengah serta alat pelindung diri bagi petugas kesehatan.
Pejabat senior WHO Bruce Aylward yang bertindak selaku koordinator inisiatif itu mengatakan inisiatif tersebut tersendat karena kekurangan dana. "Respon global berlari di atas asap," katanya.
Kekurangan dana sudah terlihat sejak awal pandemi. Pada anggaran sebelumnya proyek itu kekurangan 14,5 miliar dolar. Mitra inisiatif mengatakan sejauh ini sebagian besar anggaran digunakan untuk vaksin Covid-19, sehingga tes, pengobatan dan alat pelindung diri kekurangan.
Tapi inisiatif itu tetap gagal mencapai tujuannya untuk mengirimkan 2 miliar dosis vaksin Covid-19 pada 2021. Hanya 10 persen orang-orang di negara miskin yang sudah menerima satu dosis vaksin. Jauh dibandingkan negara-negara kaya yang hampir 68 persen.
Brown mendorong negara di seluruh dunia mendanai inisiatif itu berdasarkan model "pembagian adil" berdasarkan ukuran ekonomi mereka. Seperti yang diterapkan dalam mendanai pasukan perdamaian PBB.