Rabu 09 Feb 2022 10:29 WIB

Aparat Keamanan Dinilai Lakukan Intimidasi di Desa Wadas

Setidaknya 44 orang pembela hak masyarakat adat menjadi korban serangan pada 2021.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Ilham Tirta
Warga yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (GEMPADEWA) melakukan aksi damai di depan kantor  Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak, Sleman, D.I Yogyakarta, Kamis (6/1/2022). Dalam aksi itu mereka menolak rencana penambangan batuan adesit di Desa Wadas, Purworejo, Jateng.
Foto: ANTARA/Andreas Fitri Atmoko
Warga yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (GEMPADEWA) melakukan aksi damai di depan kantor Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak, Sleman, D.I Yogyakarta, Kamis (6/1/2022). Dalam aksi itu mereka menolak rencana penambangan batuan adesit di Desa Wadas, Purworejo, Jateng.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Amnesty International Indonesia mengkritisi penerjunan ratusan anggota gabungan TNI, Polri, dan Satpol PP ke Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Kedatangan mereka dalam rangka pengukuran lahan untuk proyek Bendungan Bener serta penangkapan setidaknya 25 warga Wadas.

"Penurunan aparat keamanan secara besar-besaran dan bersenjata lengkap ke Desa Wadas merupakan bentuk intimidasi terhadap warga Wadas yang menolak tambang batu andesit di sana," kata Deputi Direktur Amnesty International Indonesia, Wirya Adiwena dalam siaran pers yang dikutip Republika, Rabu (9/2/2022).

Baca Juga

Wirya menyampaikan, warga Wadas memiliki hak untuk memberikan atau tidak memberikan restu terhadap rencana penambangan di wilayah mereka tanpa paksaan. Mereka juga berhak untuk mengekspresikannya secara damai.

"Bagaimana mungkin persetujuan diberikan tanpa paksaan jika ratusan anggota TNI, Polri, dan Satpol PP datangi warga? Apalagi jika polisi melakukan penangkapan sewenang-wenang terhadap warga yang menolak tambang," ujar Wirya.

Wirya juga menegaskan, pemerintah dan aparat di Indonesia harus memahami kebanyakan masyarakat di pedesaan akan kesulitan untuk memenuhi hak-hak sosial dan ekonomi, termasuk pangan, air, pekerjaan dan tempat tinggal tanpa akses atas tanah. Bahkan, ia menyinggung hak untuk budaya di atas tanah leluhur mereka akan sulit dipenuhi bila proyek pemerintah dipaksakan.

"Pemerintah harus memenuhi hak-hak warga lokal dalam pembangunan dengan melibatkan mereka secara signifikan dan partisipatif dalam proses pengambilan keputusan," kata Wirya.

Sebelumnya, ratusan aparat keamanan melakukan apel dan mendirikan tenda di Lapangan Kaliboto, di belakang kantor Polsek Bener yang bertepatan dengan pintu masuk Desa Wadas pada 7 Februari. Sehari kemudian, ratusan aparat tersebut masuk ke Desa Wadas untuk mengawal pengukuran lahan untuk proyek Bendungan Bener.

Menurut informasi yang diterima Amnesty, setidaknya ada 25 warga Wadas yang ditangkap oleh aparat keamanan dan dibawa ke Polsek Bener. Amnesty juga mendapatkan informasi bahwa polisi tidak mengizinkan pendamping warga dari LBH Yogyakarta untuk masuk ke Desa Wadas.

Menurut catatan Amnesty International, sepanjang 2021 ada setidaknya 44 orang pembela hak masyarakat adat dan aktivis lingkungan yang menjadi korban serangan, baik berupa penangkapan, kekerasan fisik, hingga intimidasi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement