Rabu 09 Feb 2022 11:06 WIB

Pendekatan Represif di Desa Wadas Dinilai tak Sejalan Program Presisi Kapolri

Semestinya Polri menjaga agar warga merasa aman dan tidak diliputi rasa takut.

Warga yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (GEMPADEWA) melakukan aksi damai di depan kantor  Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak, Sleman, D.I Yogyakarta, Kamis (6/1/2022). Dalam aksi itu mereka menolak rencana penambangan batuan adesit di Desa Wadas, Purworejo, Jateng.
Foto: ANTARA/Andreas Fitri Atmoko
Warga yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (GEMPADEWA) melakukan aksi damai di depan kantor Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak, Sleman, D.I Yogyakarta, Kamis (6/1/2022). Dalam aksi itu mereka menolak rencana penambangan batuan adesit di Desa Wadas, Purworejo, Jateng.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Anggota Komisi III DPR Taufik Basari menilai pendekatan represif aparat kepolisian dalam mengamankan pengukuran lahan bendungan di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo, Jawa Tengah, tidak sejalan dengan program Presisi. Padahal, Presisi menjadi salah satu program unggulan dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

"Saya menyayangkan terjadinya peristiwa di Desa Wadas, yang menimbulkan kritikan publik saat dilakukannya pengukuran oleh Badan Pertanahan Nasional. Pendekatan represif dalam melakukan pengamanan terkait pelaksanaan pengukuran tersebut tidak sejalan dengan program Presisi dari Kapolri," kata Taufik Basari di Jakarta, Rabu (9/2/2022).

Baca Juga

Dia menilai semestinya Polri menjaga agar warga merasa aman dan tidak diliputi rasa takut akibat tekanan yang terjadi. Karena itu, menurut dia, langkah dialog dan persuasif justru seharusnya yang dikedepankan aparat kepolisian.

"Setiap upaya paksa yang dilakukan Kepolisian seperti penangkapan, penyitaan, penahanan harus sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Saya meminta kepolisian melakukan dialog dengan para tokoh masyarakat untuk memulihkan keadaan," ujarnya.

Taufik juga mendesak agar pihak Kepolisian memberikan akses bantuan hukum bagi warga. Sebab, akses bantuan hukum merupakan Hak Asasi Manusia dan tindakan menghalangi hak warga mendapatkan bantuan hukum merupakan pelanggaran hukum.

Selain itu, dia meminta Komnas HAM turun ke tempat kejadian untuk mengumpulkan informasi dan meminta agar Mabes Polri membantu memfasilitasi dan mendukung kerja Komnas HAM di Desa Wadas. "Komnas HAM bersama Mabes Polri perlu menjelaskan kepada publik hasil temuannya karena terdapat beberapa versi informasi yang beredar di publik agar publik mendapatkan informasi yang valid, lengkap dan komprehensif," tuturnya.

Dia juga meminta semua pihak untuk berupaya menciptakan kondisi menjadi kembali kondusif. Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman menyesalkan terjadinya bentrokan antara warga dengan aparat kepolisian karena seharusnya pemerintah mengutamakan pendekatan dialog dalam menyelesaikan persoalan.

Dia menilai, pendekatan keamanan atau securiry approach hanya menyengsarakan petani dan tidak akan menyelesaikan masalah. "Malah pendekatan keamanan secara eksesif hanya akan membawa masalah-masalah baru yang sulit diselesaikan. Tugas kepolisian yang utama ialah melindungi rakyat dan memberi jaminan rasa aman kepada masyarakat," katanya.

Menurut dia, rakyat berhak membela propertinya. Benny menilai peristiwa pengerahan ratusan polisi dan TNI di Desa Wadas patut disayangkan.

Baca juga : WALHI Kutuk Polisi yang Tangkap Warga Ingin Sholat di Desa Wadas

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement