REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga komoditas gula untuk konsumsi masyarakat mulai merangkak naik dalam beberapa waktu terakhir. Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan, telah menyiapkan sejumlah mitigasi dari penerbitan izin impor gula mentah hingga monitoring pengeluaran gula dari pabrik.
Mengutip statistik Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), rata-rata harga gula hingga Rabu (9/2/2022) sebesar Rp 15.550 per kilogram (kg) atau lebih tinggi 24,4 persen dari harga acuan pemerintah sebesar Rp 12.500 per kg.
Direktur Bahan Pokok dan Penting, Kemendag, Isy Karim, menjelaskan, dari hasil pemantauan laporan pabrik gula BUMN dan swasta, total stok gula tersedia per akhir pekan pertama Januari 2022 mencapai 689.463 ton. Jumlah itu cukup untuk kebutuhan selama 2,65 bulan.
Sementara itu, sebagian besar pabrik gula baru akan melakukan giling pada Mei mendatang dan diperkirakan baru masuk pasar di bulan Juni 2022. Situasi tersebut tetap akan memicu kenaikan harga jika tidak disiapkan antisipasi sejak dini, yakni importasi gula.
"Memang, akan terjadi potensi kenaikan harga menjelang Ramadhan dan Lebaran apabila pasokan gula impor tidak segera masuk pasar," kata Isy Karim kepada Republika.co.id, Rabu (9/2/2022).
Ia menuturkan, Kemendag sejak awal tahun telah menerbitkan Persetujuan Impor (PI) gula mentah yang akan direalisasikan mulai awal Februari. "Maka, potensi kekosongan gula sebelum masuk musim giling tidak akan terjadi," ujarnya.
Adapun kekosongan stok gula di toko ritel modern yang belakangan terjadi disinyalir karena harga beli gula yang sudah tinggi dari tingkat distributor yang mencapai Rp 12.300 per kg. Dengan tingkat harga itu, ritel tidak dapat menjual sesuai harga acuan Rp 12.500 per kg sementara jika tetap menjual lebih tinggi akan melanggar aturan pemerintah.
"Namun, seperti pantauan kami di beberapa ritel modern wilayah Jabodetabek, masih ada yang menjual gula seharga Rp 12.500, hanya stok tidak banyak seperti biasa," kata dia.
Sebagai langkah mititgasi, Kemendag telah meminta seluruh pabrik gula di Indonesia untuk mengeluarkan stoknya. Pemerintah juga secara intensif melakukan monitoring pengeluara gula dari pabrik, termasuk harga jual dari distributor untuk mencegah pergerakan harga yang tidak wajar.
Adapun mengenai penyesuaian harga gula, Kemendag masih melakukan evaluasi besaran harga yang tepat. Mengingat, perlu pertimbangan dari banyak faktor, seperti sumbangan terhadap inflasi, daya beli, hingga nilai tukar petani tebu di Indonesia.
Sebagaimana diketahui, produksi gula berbasis tebu dalam negeri belum bisa memenuhi kebutuhan nasional. Tercatat, rerata kebutuhan gula nasional mencapai 6 juta ton per tahun.
Volume tersebut terdiri dari 3 juta ton gula untuk konsumsi masyarakat dan 3 juta ton gula untuk industri makanan dan minuman. Saat ini, produksi nasional Indonesia baru mencapai angka 2 juta-2,2 juta ton gula yang sepenuhnya diserap untuk kebutuhan konsumsi. Sisanya, dilakukan lewat pemenuhan impor baik gula mentah maupun gula kristal putih.