Pasca-Penangkapan di Desa Wadas, Warung-Warung tak Layani Pembeli
Rep: Wahyu Suryana/ Red: Fernan Rahadi
Aparat Kepolisian berjaga di akses masuk menuju Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, Rabu (9/2/2022). Diketahui, pada Selasa (8//2/2022) kemaren 63 orang khususnya 56 warga Wadas ditangkap kepolisian. Para warga yang ditangkap adalah mereka yang bersikeras menolak lahannya dibebaskan untuk penambangan batu adesit. Luas tanah yang akan dibebaskan mencapai 124 hektar.Batu andesit yang ditambang dari Desa Wadas ini sedianya akan digunakan sebagai material untuk pembangunan Waduk Bener yang lokasinya masih berada di Kabupaten Purworejo. | Foto: Wihdan Hidayat / Republika
REPUBLIKA.CO.ID, PURWOREJO -- Suasana Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, pasca-penangkapan puluhan warga oleh polisi pada Senin (7/2) lalu masih belum pulih. Banyak warga yang memilih tidak dulu ke sawah atau kebun, berdiam di rumah atau berkumpul bersama warga lainnya.
Sepanjang penelusuran Republika pada Rabu (9/2), tidak sedikit warung-warung yang tampak menutup diri dan tidak melayani pembeli. Terutama, warung-warung masyarakat yang berlokasi dekat Masjid Krajan atau sekitar Masjid Al Hidayah.
Pasalnya, kedua tempat ibadah itu kini menjadi titik kumpul sebagian besar polisi yang ditugaskan ke sana. Ada pula warung-warung yang selian menutup tokonya, membawa masuk bangku-bangku panjang yang biasanya diduduki pembeli.
Padahal, warga sebagian besar lebih memilih tidak menjalani aktivitas harian seperti bertani atau berkebun. Artinya, selain yang berkumpul bersama warga lain, banyak warga yang memang berdiam diri di dalam rumah masing-masing.
Bahkan, tampak beberapa warung memilih tidak melayani pembeli yang datang dan sebagian besar polisi atau TNI dan satpol PP yang ada di lokasi. Salah seorang petugas Satpol PP, Eko, tampak mendatangi sebuah warung dekat Masjid Al Hidayah.
"Ada es tidak bu," kata Eko menanyakan ke pemilik warung yang ada di dalam rumah dengan pintu terbuka, Rabu (9/2).
"Habis Pak," ujar salah seorang ibu dari dalam rumah.
Tampak kehausan, Eko menanyakan kembali ke pemilik warung yang warungnya ditutup tersebut apakah mereka menyediakan minuman lain seperti kopi atau teh. Sebab, jika es tidak ada, mereka akan membeli minuman hangat lain jika tersedia.
"Tidak ada Pak," kata ibu tersebut.
Kondisi berbeda terlihat ketika ada warga sekitar seperti anak-anak muda yang datang membawa motor dan hendak membeli bensin. walau tidak terlihat tersedia, pemilik warung bergegas masuk untuk mengambil besin, memberikannya ke pembeli.
Sepanjang Desa Wadas, tidak sedikit pula poster-poster bertuliskan penolakan atas rencana penggusuran yang ditempel di tembok-tembok rumah atau tembok-tembok jembatan. Ada pula gambar-gambar yang terpampang di saung-saung milik warga.
"Kami berhak menentukan nasib sendiri dan hidup layak tanpa penggusuran," tulis salah satu gambar.
Uniknya, terdapat pula poster-poster pro penggusuran berwarna cerah yang seakan menjadi tandingan dari aspirasi-aspirasi warga. Poster bertuliskan ajakan untuk tidak takut menjual rumah atau tanah untuk pembangunan Bendungan Bener.
"Kenapa harus menolak kalau setuju itu enak? Yakinlah, pemerintah beritikad baik untuk rakyatnya," tulis poster tandingan tersebut.
Sampai Rabu siang, ratusan Polisi tampak masih berjaga di beberapa titik yang ada di Desa Wadas. Sebagian besar, menempati pelataran Masjid Al Hidayah, persimpangan jalan atau teras-teras rumah warga yang sedang berkumpul.