REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah tetap melanjutkan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Alokasi anggarannya sebesar Rp 455,6 triliun.
Rencananya akan dilakukan front-loading pada kuartal I 2022. Front-loading dilakukan di berbagai kebijakan insentif fiskal dan perlindungan sosial. Kebijakan ini bakal mengamankan momentum pemulihan ekonomi nasional.
“Ekonomi Indonesia masih dihadapkan dengan berbagai risiko pada 2022, terutama dari penyebaran kasus Covid-19 varian Omicron. Maka pemerintah telah mempersiapkan berbagai strategi dalam memitigasinya,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto lewat keterangan resmi, Selasa (8/2).
Prospek ke depan, kata dia, juga memperhatikan perkembangan harga komoditas, baik energi maupun nonenergi. Peningkatan harga komoditas pertambangan pada 2021 pun diharapkan masih berlanjut pada 2022, sehingga akan mendorong produktivitas sektor pertambangan, yang berdampak bagus untuk daerah berbasis tambang.
“Oleh karena itu, strategi lainnya seperti program hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah dan percepatan transisi menuju ekonomi hijau, juga akan dilakukan guna memastikan ekonomi Indonesia siap pulih dari pandemi,” tegasnya. Ia menambahkan, hilirisasi produk-produk ekspor yang bernilai tambah tinggi, misalkan produk turunan nikel, masih menjadi prioritas.
Proses hilirisasi ini ditopang juga oleh pembangunan pabrik smelter. Termasuk perusahaan baterai yang mendorong kolaborasi BUMN dengan investor domestik dan atau internasional.
“Pemerintah meyakini koordinasi dan sinergi dengan seluruh stakeholders dalam menerapkan strategi pemulihan ekonomi akan membuat ekonomi tumbuh di kisaran 4,0 persen sampai 5,0 persen year on year (yoy) pada kuartal I 2022. Hal itu akan mendukung pencapaian target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen yoy pada akhir 2022 mendatang," ujar dia.
Airlangga Hartarto menyatakan, upaya pengendalian pandemi Covid-19 yang dilakukan Pemerintah bersama seluruh pemangku kepentingan, termasuk semua masyarakat, telah berhasil mendongkrak pertumbuhan perekonomian nasional sebesar 3,69 persen year on year (yoy) pada 2021. Dengan angka pertumbuhan tersebut, Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita Indonesia meningkat menjadi Rp 62,2 juta atau setara dengan 4.349,5 dolar AS, lebih tinggi dari PDB per kapita sebelum pandemi yang sebesar Rp 59,3 juta pada 2019.
Dikatakan, pencapaian tersebut juga akan membawa Indonesia masuk kembali dalam klasifikasi negara berpenghasilan menengah atas atau upper middle income country. Posisi ini dinilai pondasi awal yang sangat baik guna mendorong pemulihan ekonomi dan reformasi struktural agar mampu keluar dari jebakan kelas menengah atau middle income trap.
Secara spasial, Pulau Jawa sebagai basis industri dan salah satu kontributor utama pertumbuhan ekonomi berhasil tumbuh positif sebesar 3,66 persen yoy. Sementara, pertumbuhan ekonomi tertinggi dicapai oleh wilayah Maluku dan Papua sebesar 10,09 persen yoy, sejalan dengan tingginya pertumbuhan sektor pertambangan di kedua daerah itu serta imbas dari kenaikan harga komoditas sepanjang 2021.
Selain itu, wilayah Bali dan Nusa Tenggara juga berhasil tumbuh positif sebesar 0,07 persen. Walaupun sangat bergantung terhadap sektor pariwisatanya yang mengalami penurunan kinerja sejak terjadi pandemi Covid-19.
Airlangga menjelaskan, bangkitnya kepercayaan masyarakat mengonsumsi barang ataupun jasa, telah mendorong pemulihan permintaan domestik serta menyebabkan peningkatan produksi sebagai respon dari dunia usaha. Sepanjang 2021, PMTB (investasi) yang tumbuh sebesar 3,80 persen telah menjadi sumber pertumbuhan tertinggi dari sisi pengeluaran.