Perlu Pembatasan Moda Transportasi di Jalur Rawan Kecelakaan
Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Yusuf Assidiq
Relawan membongkar ban bekas untuk dinding pengaman di lokasi kecelakaan bus pariwisata, Bukit Bego, Imogiri, Bantul, Yogyakarta, Selasa (8/2/2022). Komunitas Trail Yogyakarta menggalang pengumpulan ribuan ban bekas secara swadaya untuk dinding pengaman di tanjakan Bukit Bego. Jalan ini memang dikenal rawan kecelakaan. Nantinya ban ini akan diikat dengan sling baja agar kuat. Untuk teknis pemasangan akan berkoordinasi dengan Dishub dan Kepolisian. | Foto: Wihdan Hidayat / Republika
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DIY, Ni Made Dwipanti Indrayanti mengatakan, perlu adanya pembatasan moda kendaraan yang melewati jalur rawan kecelakaan. Salah satunya di jalur Imogiri, Kabupaten Bantul, yang beberapa waktu lalu terjadi kecelakaan bus pariwisata di kawasan tersebut.
"Daerah (Pemkab Bantul) yang mempunyai kewilayahan itu juga mungkin membantu kalau memang ada pembatasan ya dilakukan pembatasan untuk besarnya moda kendaraan," kata Made kepada Republika.co.id.
Made menyebut, pembatasan perlu dilakukan agar tidak kembali terjadi kecelakaan serupa di jalur tersebut. Terlebih untuk bus-bus pariwisata dengan kapasitas besar.
Pasalnya, 13 orang meninggal dunia akibat kecelakaan yang terjadi di sekitar Bukit Bego yang ada di jalur Imogiri, Bantul. Selain itu, kata Made, kapasitas ruang muat dalam kendaraan atau tonase juga harus diperhitungkan saat memasuki jalur dengan medan yang ekstrem.
"Misalnya destinasi ini melalui jalur apa, jalur jalan provinsi berarti kapasitasnya delapan ton. Ketika dia dengan jalan yang lebih kecil lagi, otomatis dia lebih kecil lagi tonasenya," ujar Made.
Made mengimbau agar penyedia jasa angkutan wisata untuk menguasai medan ke destinasi wisata yang dituju. Sebab, kata Made, kecelakaan yang terjadi Ahad (6/2) tersebut, tidak bisa hanya dilihat dari kondisi jalan.
Namun, terjadinya kecelakaan tersebut juga harus dilihat dari kondisi kendaraan hingga kemampuan pengemudi dalam menguasai medan. Terlebih, jalur Imogiri merupakan pintu masuk ke destinasi wisata.
Berdasarkan keterangan dari polisi, kendaraan saat melewati tanjakan sudah tidak kuat membawa penumpang. Saat melewati penurunan, bus menabrak tebing dikarenakan rem yang tidak berfungsi dengan baik.
"Kita kan sudah tahu kendaraan itu sudah terjadi keanehan ketika belum sampai di Mangunan. Jadi sebenarnya kita juga harus lihat, jangan saat terjadi kecelakaan jalannya disalahkan. Itu memang destinasinya letaknya di situ, apa mau kita pindah, kan tidak bisa," jelas Made.
Jalur-jalur yang perlu diwaspadai terutama oleh bus pariwisata dengan kapasitas besar, tidak hanya di jalur Imogiri, Bantul. Namun, masih banyak jalur lainnya di DIY yang rawan kecelakaan.
Sebab, kata Made, destinasi wisata di DIY sebagian besarnya merupakan wisata alam. Banyak jalur masuk ke destinasi wisata yang ekstrem dan rawan terjadi kecelakaan.
Made pun menyebut, perlu adanya edukasi terhadap pengemudi bus pariwisata, termasuk penyedia jasa transportasi wisata. Edukasi penting dilakukan, utamanya terkait medan dan kemampuan pengemudi maupun kapasitas bus dalam melewati jalur-jalur tertentu.
"Di Sleman ada (jalur ekstrem), di Gunungkidul, di Kulonprogo, dan Bantul sendiri pun ada karena kita kebanyakan wisata alam. Menariknya, kan kadang-kadang sekarang orang membuat sebuah destinasi itu di tempat yang (jalurnya) ekstrem. Padahal tidak memikirkan untuk akses menuju kesana berbahaya atau tidak, contohnya di Breksi," tambahnya.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Bantul, Aris Suharyanta juga sudah mengatakan sebelumnya bahwa bus pariwisata yang berkapasitas besar dilarang untuk melintas di jalur Imogiri. Larangan ini dikeluarkan terutama di akhir pekan yakni Sabtu dan Ahad dalam rangka mengantisipasi kecelakaan di jalur tersebut.
"Terkait dengan larangan tersebut, imbauan (untuk tidak melewati jalur Imogiri-Mangunan) itu kita sudah sejak dua tahun yang lalu kita mengimbau dengan membuat spanduk dan larangan juga," kata Aris.