REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, pihaknya hingga saat ini belum menerima daftar inventarisasi masalah (DIM) rancangan undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) dari pemerintah. DPR mendapatkan informasi bahwa pemerintah sedang mengoreksi kembali DIM terkait RUU tersebut.
"Saya dapat info belum masuk karena masih ada yang dikoreksi," ujar Dasco di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (10/2/2022).
Ia mengatakan, pemerintah seharusnya mengirimkan DIM RUU TPKS pada pekan ini. Namun, hal tersebut urung terjadi karena pemerintah masih melakukan penyempurnaan DIM bagi RUU yang memberikan payung hukum bagi korban kekerasan seksual tersebut.
"Tadinya mereka mau kirim tapi mungkin masih belum sempurna dan disempurnakan dulu," ujar Dasco.
Dasco mengatakan, DPR berharap agar pemerintah segera mengirimkan DIM RUU TPKS, meskipun pihaknya tak memberikan tenggat waktu terkait hal tersebut. Namun, ia mengingatkan, DPR sudah akan memasuki masa reses pada pekan depan.
"Sebenarnya kita kan ini perhitungan tanggal kan sebentar lagi DPR reses. Sehingga saya pikir pemerintah kalau memang perlu menyempurnakan ya sempurnakan saja dulu sebelum reses," ujar Ketua Harian DPP Partai Gerindra itu.
Sebelumnya, anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Luluk Nur Hamidah agar RUU TPKS segera dibahas secepatnya. Bahkan kalau bisa, payung hukum untuk melindungi korban kekerasan seksual itu dibahas saat masa reses.
"Ya kenapa tidak (bahas saat reses). Kalau memang itu dimungkinkan tidak ada persoalan sebenarnya, kalau memang disepakati dan Baleg, pimpinannya setuju sih bisa saja. Karena kan masa reses lumayan ya sampe 22 hari, cukup lama," ujar Luluk di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (8/2/2022).
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menjelaskan, saat ini pemerintah masih menyusun DIM RUU TPKS. Adapun surat presiden (surpres) untuk pembahasannya paling cepat dapat diterima DPR pada Rabu (9/2/2022).
"Mungkin sebelum masa reses tiba sudah bisa diserahkan ke DPR. Sehingga DPR juga bisa memutuskan AKD (alat kelengkapan dewan) mana yang akan membahas," ujar Luluk.