Kamis 10 Feb 2022 15:21 WIB

Rusia dan Belarus Gelar Latihan Militer Bersama

Latihan militer gabungan ini semakin meningkatkan kekhawatiran rencana serangan Rusia

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
Rusia dan Belarus memulai latihan militer bersama selama 10 hari.
Foto: AP/Pavlo Palamarchuk
Rusia dan Belarus memulai latihan militer bersama selama 10 hari.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia dan Belarus memulai latihan militer bersama selama 10 hari. Latihan militer gabungan ini semakin meningkatkan kekhawatiran rencana serangan Rusia terhadap Ukraina.

Sekitar 30 ribu tentara Rusia diperkirakan akan ambil bagian dalam latihan gabungan dengan Belarus. Duta Besar Rusia untuk Uni Eropa, Vladimir Chizhov, mengatakan, negaranya masih percaya bahwa diplomasi dapat membantu mengurangi eskalasi krisis di Ukraina. Dia mengatakan pasukan Rusia yang saat ini ditempatkan di Belarus akan kembali ke pangkalan permanen setelah latihan berakhir.

Baca Juga

Sebelumnya wakil Menteri Pertahanan Rusia, Alexander Fomin, mengatakan, latihan bersama dengan Belarus akan melibatkan latihan tanggapan bersama terhadap ancaman eksternal. Latihan militer gabungan yang diberi nama Allied Resolve 2022 akan berlangsung pada 10-20 Februari.

Rusia mengerahkan belasan jet tempur Su-35 dan beberapa unit pertahanan udara ke Belarus. Fomin mengatakan, latihan di Belarus melibatkan sejumlah pasukan dari Distrik Militer Timur Rusia. Hal ini mencerminkan kebutuhan untuk berlatih dan memusatkan seluruh potensi militer negara itu di wilayah barat.

“Situasi dapat muncul ketika kekuatan dan sarana kelompok kekuatan regional tidak akan cukup untuk memastikan keamanan yang dapat diandalkan dari negara serikat, dan kita harus siap untuk memperkuatnya. Kami telah mencapai kesepahaman dengan Belarus bahwa perlu melibatkan seluruh potensi militer untuk pertahanan bersama," ujar Fomin. 

Pemimpin Belarusia Alexander Lukashenko adalah sekutu kuat Presiden Rusia Vladimir Putin. Kremlin mendukung Lukashenko ketika protes besar meletus di Belarus pada 2020. Sementara sebagian besar negara Barat memberlakukan sanksi, dan menolak untuk mengakui hasil pemilihan karena diduga ada kecurangan.

NATO mengatakan latihan bersama di Belarus menandai penempatan militer terbesar Rusia sejak Perang Dingin. Sementara Amerika Serikat (AS) menyebut latihan itu sebagai tindakan "peningkatan" dalam ketegangan di Ukraina.

"Ketika kami melihat persiapan untuk latihan militer ini, kami melihatnya sebagai tindakan eskalasi dan bukan tindakan de-eskalasi," ujar juru bicara Gedung Putih Jen Psaki, dilansir BBC, Kamis (10/2/2022).

AS mulai memindahkan skuadron stryker Resimen Kavaleri ke-2 dari Vilseck, Jerman, ke Rumania, yang berbatasan dengan Ukraina.  Para pejabat AS mengatakan mereka akan mengirim sekitar 1.000 tentara NATO. Komandan Resimen Kavaleri ke-2, Joe Ewers, mengatakan, pasukan pertama telah tiba di Rumania. Pasukan itu akan mendukung 900 anggota militer AS yang sudah berada di negara tersebut.

“Kami selalu siap untuk memenuhi misi apa pun yang diperlukan. Tetapi fokusnya adalah pada pelatihan dan kami awalnya akan bermitra dengan beberapa elemen Rumania di wilayah tersebut," ujar Ewers.

Sekitar 1.700 tentara AS dari Divisi Lintas Udara ke-82 akan dikerahkan ke Polandia. Sekitar setengah dari total pasukan militer tersebut telah berada di Polandia. Inggris juga telah berjanji untuk mengirim 350 tentara tambahan ke Polandia dan mengirim senjata anti-tank ke Ukraina.

Layanan konsuler AS di Polandia mempersiapkan evakuasi warga Amerika yang tinggal di Ukraina jika Rusia menyerang. Sementara pasukan AS yang dikerahkan ke Polandia telah mengembangkan rencana darurat untuk membantu warga Amerika melarikan diri dari Ukraina melalui Polandia, jika terjadi serangan Rusia.

Rusia dan Ukraina telah terlibat dalam konflik sengit sejak 2014, ketika Moskow mencaplok Krimea dan kemudian mendukung pemberontakan separatis di timur Ukraina.  Pertempuran antara pemberontak yang didukung Rusia dan pasukan Ukraina telah menewaskan lebih dari 14 ribu orang.

Menteri Luar Negeri Liz Truss memperingatkan bahwa, Rusia akan menerima konsekuensi besar jika melakukan invasi ke Ukraina. Truss mendesak Moskow untuk mematuhi perjanjian internasional, serta berkomitmen untuk menghormati kemerdekaan dan kedaulatan Ukraina.

"Rusia punya pilihan di sini. Kami sangat mendorong mereka untuk terlibat, mengurangi eskalasi, dan memilih jalur diplomasi,” kata Truss.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement