Presiden Emmanuel Macron pada hari Rabu (09/02) menerima dukungan baru yang makin memuluskan jalannya untuk terpilih kembali. Salah satu tokoh politik dari sayap kanan menyatakan dia akan mendukung sang petahana.
Pengumuman Eric Woerth, menteri tenaga kerja dan juga menteri keuangan di masa pemerintahan Nicolas Sarkozy, adalah pukulan baru bagi kandidat presiden Partai Republik LR, Valerie Pecresse, salah satu pesaing terdepan Macron. Tidak heran, Ketua LR Christian Jacob menyatakan "kekecewaan" atas pernyataan Eric Woerth.
Jajak pendapat terbaru oleh lembaga Elabe yang dirilis hari Rabu (09/02) menunjukkan dukungan terhadap Valerie Pecresse turun satu poin menjadi 15 persen, sedangkan Emmanuel Macron tetap solid dengan 26 persen. Padahal Valerie Pecresse masih harus berebut panggung dengan tokoh ultra kanan yang pernah berkibar seperti Marine Le Pen dan Eric Zemmour. Sementara pemimpin kubu kiri Jean-Luc Melenchon dalam jajak pendapat hanya mendapat 10 persen suara, dan wali kota Paris dari kubu Sosialis, Anne Hidalgo, bahkan hanya bertengger di 1,5 persen.
Pandemi dan konflik Rusia-Ukraina menguntungkan Macron
Emmanuel Macron sendiri menyatakan dia masih terlalu sibuk dengan COVID-19 dan upaya mencegah perang antara Rusia dan Ukraina, sehingga belum secara resmi menyatakan pencalonannya untuk pemilihan putaran pertama pada 10 April 2022.
Sejauh ini kalangan pengamat yakin Macron tidak akan kesulitan untuk muncul sebagai pemenang di putaran pertama dengan sedikitnya 25 persen suara, dan dia kemudian akan mengalahkan saingan mana pun di putaran kedua, dua minggu setelahnya.
Sementara kandidat ultra kanan Marine Le Pen dan Eric Zemmour telah menghabiskan lebih banyak energi untuk saling bertikai, peluang kubu kiri malah makin kecil lagi karena ada lima kandidat yang ingin maju, dari kubu sosialis, kubu komunis, hingga kubu partai hijau.
Gaspard Estrada, ilmuwan politik di Sciences Po University dan spesialis dalam kampanye politik, menilai lambatnya deklarasi pencalonan Macron adalah strategi untuk "menjaga jarak dengan lawan-lawannya". Untuk saat ini, "kami tidak melihat tren yang membahayakan presiden dalam jajak pendapat," katanya kepada kantor berita Prancis, AFP.
Presiden termuda Prancis
Setelah naik ke tampuk kekuasaan lima tahun lalu sebagai presiden termuda negaranya, Emmanuel Macron, yang masih berusia 44 tahun, tahu bahwa memenangkan masa jabatan kedua sangat penting untuk ambisinya mereformasi Prancis dan Eropa.
Kemenangan dalam pemilu mendatang akan membuatnya Macron menjadi pemimpin Prancis pertama yang terpilih kembali sejak Jacques Chirac pada 2002, setelah masa kepresidenan Nicolas Sarkozy dan Francois Hollande hanya berlangsung satu periode dan berakhir dengan kekecewaan.
Namun, kalangan pengamat tetap memperingatkan, tidak bijaksana jika Emmanuel Macron hanya berpuas diri. Karena dalam jajak pendapat masih banyak pemilih yang menyatakan mereka belum menjatuhkan pilihannya, dan pemilu Prancis memang sering menghadirkan kejutan politik.
hp/ha (afp, rtr, ap)