REPUBLIKA.CO.ID,
اْلحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيْدًا أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلهَ إِلاَّاللَّهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ، أَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ اللَّهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَقَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا اتَّقُوْا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ، وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ.
Kaum Muslimin sidang Jum’at rahimakumullah,
Marilah kita bersama-sama meningkatkan keimanan dan ketakwaan, serta memanjatkan puja dan puji syukur ke hadirat Ilahi Rabbi yang masih memberikan anugerah, hidayah, taufik dan inayah-Nya. Shalawat dan salam selalu kita haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad saw beserta keluarga, sahabat, tabi’in, tabi’it-tabi’in dan semuanya yang mengikuti jejak beliau sampai yaumul qiyamah.
Kaum Muslimin sidang Jum’at rahimakumullah,
Ujian iman dalam Islam salah satunya melalui penderitaan. Tidak dikatakan beriman manakala seorang muslim dalam hidupnya ditempa terlebih dahulu dengan berbagai penderitaan. Allah memberikan penderitaan berupa sedikit ketakutan, kelaparan, dan kekurangan harta untuk menyeleksi hamba-hamba-Nya.
Allah berjanji akan mengangkat derajat manusia yang mampu menerima cobaan berupa derita dengan sabar, tenang, dan ikhlas. Sebagaimana tertera dalam QS. al-Baqarah ayat 155, Allah Swt berfirman:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَمْوَالِ وَالْاَنْفُسِ وَالثَّمَرٰتِۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ
Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar (QS. al-Baqarah: 155).
Para sufi memaknai penderitaan ini sebagai wijhat min al-ta’arruf atau cara Tuhan menyingkapkan diri agar dikenali lebih dekat lagi, memperdalam kecintaan pada Ilahi, dan tidak tergoda pada kemolekan duniawi. Dampaknya, banyak kisah-kisah sufi yang tetap membiarkan dirinya hidup dalam keadaan miskin, kemalangan, dan tersiksa. Bahkan gambaran umum kita tentang sufi didominasi oleh bayangan laki-laki tua berpakaian compang-camping.