Jumat 11 Feb 2022 10:23 WIB

BIN Sebut Pemindahan IKN Muncul Sejak Era Presiden Sukarno

Menurut Kabin, pemindahan IKN membuat pertumbuhan ekonomi merata ke luar Pulau Jawa.

Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Jenderal (Purn) Budi Gunawan.
Foto: Dok BIN
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Jenderal (Purn) Budi Gunawan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengesahan yang dilakukan DPRD terhadap Rancangan Undang-Undangan Ibu Kota Negara (IKN) menjadi Undang-Undang (UU) IKN pada 18 Januari 2022, enjadi titik tolak komitmen politik negara untuk memindahkan ibu kota dari Jakarta ke kawasan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. UU yang terdiri dari 11 bab dan 44 pasal tersebut memuat segala urusan terkait pemindahan IKN.

Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Jenderal (Purn) Budi Gunawan mengatakan, meskipun terdapat kritik hingga gugatan terhadap UU IKN dari berbagai pihak ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait proses pengesahan hingga substansinya, namun hal itu perlu dilihat sebagai hadirnya partisipasi publik dalam proses demokrasi di Indonesia. Menurut dia, partisipasi publik dibutuhkan mengingat terdapat 14 pasal yang harus didetailkan melalui aturan teknis berupa keputusan presiden, peraturan presiden, dan peraturan pemerintah.

Baca Juga

 

"Sesungguhnya, gagasan pemindahan IKN sudah muncul sejak era Presiden Sukarno hingga presiden-presiden selanjutnya. Namun, pembahasannya selalu timbul lalu tenggelam karena belum dieksekusi secara matang," kata Budi kepada wartawan di Jakarta, Jumat (11/2/2022).

Pada tahun 60-an, kata dia, dengan kemampuan analisis yang tajam, Bung Karno mampu melakukan forecasting bahwa IKN Republik Indonesia di kemudian hari harus pindah ke luar Pulau Jawa. Pasalnya, secara geografis pada saatnya Pulau Jawa sudah tidak akan mampu lagi menanggung beban pertumbuhan penduduk.

Pindahnya IKN, menurut Budi, juga dalam rangka mendorong terciptanya magnet pertumbuhan ekonomi baru yang dapat memberi kontribusi secara nasional. Selaras dengan prediksi Bung Karno, sambung dia, data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada Desember 2020 menunjukkan, jumlah penduduk Indonesia mencapai 271,35 juta jiwa. Adapun ebanyak 131,79 juta jiwa atau 55,94 persen penduduk Indonesia berada di Pulau Jawa.

Proporsi penduduk Indonesia yang berada di Pulau Sumatra mencapai 21,73 persen, di Pulau Sulawesi 7,43 persen, dan 6,13 persen penduduk berada di Pulau Kalimantan. "Tingginya proporsi penduduk mengakibatkan daya dukung Pulau Jawa, termasuk Jakarta, semakin berat yang berimplikasi menimbulkan beragam permasalahan turunan, mulai dari lingkungan hidup hingga sosial-ekonomi," ucap mantan Wakil Kepala Polri tersebut.

 

Selain itu, Budi melanjutkan, mencermati data Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi ekonomi Pulau Jawa terhadap ekonomi nasional pada kuartal III tahun 2021 mendominasi sebesar 57,55 persen. Angka itu jauh lebih tinggi daripada seluruh pulau lainnya di Indonesia, termasuk Kalimantan yang hanya menyumbang 8,32 persen.

"Untuk itu, pemindahan IKN ke Kalimantan Timur berpotensi menstimulus pertumbuhan ekonomi semakin merata ke luar Pulau Jawa. Namun, tentu untuk mewujudkan cita-cita ini perlu dibarengi dengan percepatan konektivitas antar wilayah dan adanya keterkaitan yang kuat antar sektor industri," kata Budi.

 

Secara global, dia menambahkan, sejarah mencatat, perpindahan IKN adalah fenomena umum yang telah dilaksanakan oleh banyak negara. Budi mencatat, terdapat lebih dari 31 negara yang berhasil memindahkan ibu kota negaranya dalam 100 tahun terakhir. Saat ini, terdapat lebih dari 35 negara di dunia yang secara serius tengah aktif membahas rencana untuk memindahkan ibu kota negaranya.

'Singkatnya, berbagai catatan keberhasilan yang ada menunjukkan bahwa makna perpindahan IKN tidak dapat hanya direduksi menjadi pindahnya gedung-gedung pemerintahan dan pembangunan fisik semata," kata Budi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement