REPUBLIKA.CO.ID, UDUPI -- Sudah sebulan lamanya para siswi di Sekolah Pra-Universitas Negeri (Government Pre-University College) di negara bagian Karnataka, India belum diizinkan masuk ke dalam kelas. Mereka ditolak masuk karena mengenakan jilbab.
Sejak gadis-gadis itu pertama kali dilarang memasuki lingkungan kampus, setiap harinya mereka duduk di luar sebagai bentuk protes terhadap sekolah. Sekolah telah menandai enam siswa sebagai 'absen' sejak 31 Desember 2021.
Para siswa juga mengklaim perguruan tinggi tersebut melarang mereka berbicara dalam bahasa ibu mereka, Beary dan Urdu, dan juga diduga melarang siswa untuk saling memberikan salam islami.
Siswi berhijab dari institusi India lainnya, Government Junior College di kota pesisir Kundapur, juga di Karnataka, juga menghadapi perlakuan yang sama. Video menunjukkan sejumlah gadis memohon kepada guru mereka untuk mengizinkan mereka masuk ke perguruan tinggi setelah mereka juga ditolak masuk pada awal Februari tahun ini. Dalam video yang viral itu, mereka terdengar meneriakkan ucapan "tidak ada aturan yang melarang memakai jilbab."
Protes juga meletus sebulan lalu di PU Girls College di Udupi, di mana para siswa masih berjuang diizinkan duduk di kelas dengan mengenakan jilbab. Kejadian seperti itu menjadi sebuah norma di India, di mana sentimen anti-Muslim tampaknya meningkat.
Pasalnya, orang-orang yang diduga anggota kelompok sayap kanan Hindu merasa berani di bawah Partai Bharatiya Janata Party (BJP) pimpinan Perdana Menteri Narendra Modi. Sementara itu, pemerintah dituduh mendukung tindakan penganiayaan terhadap Muslim dan minoritas lainnya oleh nasionalis Hindu garis keras sejak berkuasa pada 2014 lalu. Namun, pemerintah India menyangkalnya.
Sedangkan dalam menanggapi protes atas larangan jilbabtersebut, pemerintah Karnataka mengeluarkan perintah pada awal Februari lalu yang melarang siswa sekolah mengenakan pakaian yang disebutnya "mengganggu kesetaraan". Perintah tersebut memperjelas bahwa sekolah memiliki kewenangan untuk mengatur ketetapan seragam.