REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan ketua tim satuan tugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan tak heran dengan diterbitkannya Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2022. Dia menyebut, ada ketakutan tertentu bagi pimpinan KPK jika pegawai yang disingkirkan melalui tes wawasan kebangsaan (TWK) kembali lagi.
"Bahkan sekarang seperti ada ketakutan bila suatu saat kembali lagi akan membongkar skandal-skandal tertentu," kata Novel Baswedan di Jakarta, Jumat (11/2).
Novel menyebut, keberadaan perkom tersebut semakin memperjelas adanya misi tertentu untuk menyingkirkan orang-orang yang bekerja baik di KPK. Dia bersama puluhan rekan lainnya yang tak lolos TWK memahami bahwa pimpinan KPK saat ini adalah orang-orang yang tidak ingin memberantas korupsi, bahkan mereka berlaku sebaliknya. Karena itu, mereka akan menyingkirkan pegawai yang punya tekad untuk bekerja baik dan benar.
Dia melanjutkan, ketika pimpinan KPK nanti adalah orang-orang yang mencintai negerinya, bersungguh-sungguh untuk memberantas korupsi, akan mencari orang-orang yang berintegritas, berpengalaman, dan memiliki kompetensi. "Pada saat itu kami pasti akan dibutuhkan. Jadi, saya tidak terkejut dengan dibuatnya peraturan tersebut," kata dia.
Dalam Perkom 1 Tahun 2022 disebutkan, pegawai yang pernah diberhentikan dengan hormat tapi bukan atas permintaannya tak bisa menjadi pegawai KPK. Sedangkan, Novel Baswedan serta beberapa pegawai lain semisal mantan ketua WP KPK yang juga penyidik Yudi Purnomo, mantan direktur sosialisasi dan kampanye antikorupsi KPK Giri Suprapdiono dan si Raja OTT Harun Al-Rasyid merupakan pegawai yang diberhentikan dengan hormat akibat dinilai tak lolos TWK.
KPK membantah menghalangi mantan pegawai yang disingkirkan TWK kembali ke KPK melalui perkom tersebut. KPK berkilah kalau perkom dibuat guna menyelaraskan tata kelola kepegawaian setelah diangkat menjadi aparatur sipil negara (ASN).
"Tidak ada maksud sama sekali untuk mencegah secara inkonstitusional pihak-pihak tertentu bergabung menjadi pegawai ASN KPK," kata Sekretaris Jenderal KPK, Cahya H Harefa.