REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Epidemiolog dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Windhu Purnomo mengungkap data yang menunjukkan, 74 persen pasien Covid-19 di Indonesia gelombang ketiga saat ini yang dirawat di rumah sakit (RS) adalah yang bergejala ringan dan tanpa gejala. Artinya, mayoritas pasien Covid-19 tanpa gejala dan gejala ringan yang memasuki fasilitas kesehatan dan kini banyak mengisi tempat tidur di RS.
"Peningkatan kasus Covid-19 yang sangat tinggi saat ini tidak disertai peningkatan tajam perawatan rumah sakit (hospitalisasi) dan kematian. Keterisian tempat tidur (BOR) di RS kini tinggi karena kepanikan masyarakat yang positif Covid-19 bergejala ringan namun memasuki RS," ujar Windhu saat mengisi konferensi virtual bertema omicron jadi trend dunia ancam Indonesia, Kemana Delta dan Varian Lainnya, Jumat (11/2/2022).
Padahal, ia mengingatkan sudah banyak pihak yang mengingatkan supaya masyarakat tidak usah panik melainkan waspada dengan tetap melakukan protokol kesehatan (prokes). Kemudian, dia melanjutkan, masyarakat yang positif Covid-19 namun hanya bergejala ringan atau tanpa gejala supaya jangan berbondong-bondong ke RS. Ia meminta pasien Covid-19 dengan gejala tidak sedang atau tidak berat supaya jangan opname di rumah sakit. Namun faktanya, dia melanjutkan, banyak pasien Covid-19 tanpa gejala atau bergejala ringan yang mendominasi dirawat di fasilitas kesehatan rujukan."Itu yang akan meningkatkan BOR (di RS rujukan Covid-19)," katanya.
Ia menuding pemberitaan BOR yang tinggi di media juga ikut membuat masyarakat semakin panik. Oleh karena itu, Windhu meminta semua media harus memberikan edukasi kepada masyarakat. Menurutnya, dibutuhkan komunikasi publik yang baik dan media jangan membuat bingung masyarakat "Cukup katakan meski gejalanya ringan dan tidak rawat inap karena toh saturasi oksigen tak turun maka tak perlu ke RS. Tetapi tetap isolasi di rumah," ujarnya.
Di satu sisi, Windhu meminta pemerintah daerah memiliki tempat isolasi terpusat supaya pasien Covid-19 tanpa gejala dan gejala ringan menjalani isolasi di sana. Kemudian masyarakat yang tidak sakit supaya tetap lakukan prokes. Windhu juga meminta pemerimtah daerah melakukan penanganan Covid-19 sesuai level risiko daerah yang berbeda-beda. Ia mengingatkan, Indonesia sudah punya instrumen bagus yaitu asesmen situasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM)."Kita gunakan itu. Saya kira instruksi Menteri Dalam Negeri sudah cocok," katanya.
Ia menyontohkan, jika DKI Jakarta menerapkan PPKM level 3 artinya kebijakannya lebih ketat. Tapi kalau daerah dengan PPKM level 1 tak perlu sangat ketat. Artinya, dia melanjutkan, kebijakannya tak perlu disamaratakan karena penduduk Indonesia sudah punya modal kekebalan tubuh.
Ia menjelaskan, jika setahun lalu mayoritas masyarakat belum punya imunitss karena cakupan vaksinasi Covid-19 dosis lengkap belum banyak, kini lebih dari 60 persen mendapatkan dosis kedua, bahkan cakupan vaksinasi lanjut usia kini 50 persen. Kemudian, dia melanjutkan, banyak masyarakat pertengahan 2021 lalu tanpa sadar terinfeksi Covid-19 dan ini yang menyebabkan banyak yang punya kekebalan alamiah. "Hasil survei seroprevalensi menemukan bahwa 86,6 persen sudah punya kekebalan di tingkat masyarakat. Itu jadi kabar baik dan modal," katanya.
Jadi, Windhu mengingatkan masyarakat tak usah panik seperti saat menghadapi Covid-19 varian delta. Yang penting adalah tetap lakukan prokes dan vaksinasi. Ia menjelaskan, vaksinasi pun tidak mencegah penularan virus tetapi mencegah situasi gejala berat bila tertular. Jadi, vaksin bersifat preventing disease, bukan preventing infection. "Sedangkan yang mencegah penularan adalah prokes memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, dan menjaga jarak (3M). Itu yang harus disampaikan," katanya.