Ahad 13 Feb 2022 06:52 WIB

Angka Kematian Tembus 107, Epidemiolog: Ini Kondisi yang Serius

Indonesia harus mengantisipasi beban rumah sakit, terutama pada lansia dan anak-anak.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Ratna Puspita
Kasus Covid-19 di Indonesia, yang pada Sabtu (12/2/2022) kemarin mencatat 55.209 kasus Covid-19 harian dan 107 kematian dalam 24 jam, berada pada kondisi serius. (Foto udara suasana Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet di Kemayoran, Jakarta)
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Kasus Covid-19 di Indonesia, yang pada Sabtu (12/2/2022) kemarin mencatat 55.209 kasus Covid-19 harian dan 107 kematian dalam 24 jam, berada pada kondisi serius. (Foto udara suasana Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet di Kemayoran, Jakarta)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan, kondisi kasus Covid-19 di Indonesia berada pada level serius. Pada Sabtu (12/2/2022) kemarin, Indonesia mencatat 55.209 kasus Covid-19 harian dan 107 kematian dalam 24 jam. 

"Kondisi saat ini serius ya, Omicron ini serius tidak bisa dianggap enteng," kata Dicky kepada Republika, Ahad (13/2/2022).

Baca Juga

Menurut Dicky, angka yang dirilis oleh pemerintah saat ini bukanlah angka yang sesungguhnya. Ia meyakini, masih banyak kasus yang tidak terdeteksi mengingat gejala varian omicron yang sering tanpa gejala hingga ringan serta keterbatasan testing dan tracing.

"Ini belum tentu mendeteksi setengah dari masyarakat, omicron itu deteksinya sulit. Negara yang bagus saja banyak yang missing kasusnya. Karena banyak yang tidak bergejala dan gejala ringan" kata dia.

Namun, Dicky memprediksi, pada puncak kasus omicron, Indonesia dapat mencatat 100.000-150.000 kasus per hari. Jumlah tersebut juga tergantung dari testing dan tracingnya yang dilakukan.

"Sebab, kalau keduanya memadai jumlahnya akan lebih dari itu,” kata Dicky.

Menurutnya, meskipun pasien varian Omicron yang membutuhkan perawatan di rumah sakit lebih sedikit dibanding varian Delta, hal itu bergantung kepada mitigasi yang dilakukan. Apabila pencegahannya minim, jumlah yang sedikit itu bisa menjadi banyak.

"Jelas ini tanda serius melindungi dan antisipasi beban RS terutama lansia dan anak-anak," ucapnya.

Dicky juga menyarankan agar telemedisin diperkuat untuk memastikan pasien yang melakukan isolasi mandiri tetap terpantau. Kunjungan ke rumah-rumah warga juga perlu dipertimbangkan, karena banyak masyarakat yang sakit tetapi tidak mau berobat ke rumah sakit atau kasus-kasus mereka yang terdaftar vaksinasi tetapi tidak datang.

“Itu perlu diperhatikan juga, setiap pihak perlu proaktif,” katanya.

Epidemiolog Undip Semarang Ari Udijono mengatakan, melihat pergerakan angka yang cukup progresif dari hari ke hari, perlu inovasi baru dalam penerapan disiplin protokol kesehatan .Targetnya, sambung Ari, adalah menekan laju peningkatan kasus covid dari waktu ke waktu.

"Kalau ditinjau dari sifat virus varian terbaru yang mempunyai potensi penyebaran yang cepat, maka perilaku yang selama ini dilakukan oleh masyarakat perlu dievaluasi kembali. Ada sesuatu yang harus diinovasi dalam pelaksanaan prokes ini," kata Ari saat dikonfirmasi, Ahad (13/2/2022).

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi yang memprediksi puncak kasus varian Omicron bisa 3-6 kali lebih tinggi dibandingkan varian Delta. Pemerintah memprediksi puncak gelombang ketiga diprediksi akan tiba akhir Februari atau awal Maret mendatang. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement