Ahad 13 Feb 2022 16:15 WIB

Harga Gabah Jatuh Saat Musim Tanam, Pakar Sebut Ada Anomali

Guru Besar IPB menyebut anomali karena jatuh sebelum musim panen raya

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petani menjemur gabah di area penggilingan padi di Kampung Tasikardi, Kasemen, Serang, Banten. Harga gabah kering panen (GKP) di awal tahun yang biasanya mengalami kenaikan harga justru sedang dalam tren penurunan. Padahal, Indonesia belum memasuki musim panen raya sehingga terjadi anomali pada komoditas beras.
Foto: Antara/Asep Fathulrahman
Petani menjemur gabah di area penggilingan padi di Kampung Tasikardi, Kasemen, Serang, Banten. Harga gabah kering panen (GKP) di awal tahun yang biasanya mengalami kenaikan harga justru sedang dalam tren penurunan. Padahal, Indonesia belum memasuki musim panen raya sehingga terjadi anomali pada komoditas beras.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga gabah kering panen (GKP) di awal tahun yang biasanya mengalami kenaikan harga justru sedang dalam tren penurunan. Padahal, Indonesia belum memasuki musim panen raya sehingga terjadi anomali pada komoditas beras.

Guru Besar IPB University sekaligus Ketua Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI), Dwi Andreas Santosa, mengatakan, rata-rata harga GKP saat ini hanya sekitar Rp 4.300 per kg sementara harga beras di kisaran Rp 8.000 per kg di tingkat penggilingan. Tingkat harga yang amat rendah di awal tahun ketika produksi terbatas.

Baca Juga

"Kami tidak tahu jawabannya kenapa terjadi anomali seperti ini. Beberapa tempat kami amati di Jawa Tengah dan Jawa Timur malah jatuh angkanya di saat seharusnya puncak harga beras naik di Februari," kata Andreas kepada Republika.co.id, Ahad (13/2/2022).

Apalagi, musim panen tahun ini akan bersamaan dengan bulan Ramadhan dan Lebaran yang biasanya permintaan akan beras meningkat dan harga ikut naik. Kemungkinan besar, kenaikan harga yang signifikan dan menguntungkan petani tidak terjadi karena harga berpotensi jatuh di saat musim panen karena produksi melimpah.

Lebih lanjut, Andreas menuturkan, inflasi pangan tahun ini kemungkinan besar akan lebih tinggi dari 2021. Namun, khusus kuartal pertama, dipastikan lebih rendah karena harga gabah dan beras saat ini yang turun. Sebab, beras menjadi penyumbang terbesar laju inflasi pangan.

"Kami justru prihatin dengan situasi ini jadi sebenarnya inflasi pangan tidak perlu ditakutkan," ujarnya.

Karena itu, Andreas meminta agar pemrintah tidak hanya memikirkan harga di tingkat konsumen dan inflasi pangan secara umum. Lebih jauh, memikirkan keberlanjutan usaha petani tahun ini.

"Yang perlu diwaspadai jika beras sangat tidak menguntungkan itu petani makin malas tanam padi dan mengancam produksi 2022. Saya juga sampaikan petani harus memiliki komoditas yang menguntungkan saja," ujar dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement